PERANAN PENDIDIKAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERKOTAAN.

ABSTRAK
Bencana lingkungan yang terjadi di berbagai bagian bumi makin beragam, penyebabnya adalah karena ulah manusia yang bermental frontir, sedangkan masalah lingkungan yang dihadapi negara berkembang, banyak ditimbulkan oleh kemiskinan yang memaksa rakyat merusak lingkungan. Sealin itu pembangunan pada negara berkembang selalu ditekankan pada pembangunan ekonomi dan memandang lingkungan dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya hanya sebagai objek untuk dieksploitasi. Bila kondisi tersebut terus berlangsung, maka masalah lingkungan akan semakin rumit, oleh karena itu dukungan pengetahuan, sikap dan motivasi masyarakat untuk berperilaku rama terhadap lingkungan harus diupayakan. Pendekatan pendidikan merupakan jalur strategis yang memberikan harapan untuk menunjang upaya pemecahan masalah lingkungan

A. PENDAHULUAN
Berbagai tanggapan tentang kerusakan lingkungan dewasa ini merupakan bukti nyata bahwa masalah lingkungan hidup telah menghawatir-kan kehidupan manusia. Kelangsungan kehidupan manusia sangat tergantung pada keadaan lingkungan di mana dia hidup. Bertolak dari rasa sadar akan keadaan kerusakan lingkungan, maka masyarakat dunia yang tergabung dalam PBB telah mengadakan suatu konferensi untuk membahas masalah-masalah lingkungan hidup yang diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5 juni 1972. Ketika itu juga dibentuk organisasi PBB yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan diberi nama United Nations Environment Programme (UNEP). Missi utama organisasi tersebut adalah melakukan usaha menyelamatkan bumi dari kehancuran. Pada saat itu issu yang paling hangat dibicarakan adalah bahaya pencemaran udara dari sisa industri negara-negara maju. Sejak saat itu juga gerakan lingkungan hidup secara international dimulai secara serentak di seluruh dunia (Otto Sumarwoto, 1992).
Pada tahun 1984 UNEP membentuk suatu komisi yang disebut The World Commission on Environment and Development (WCED) yang bertugas mempelajari tantangan lingkungan dan pembangunan menjelang tahun 2000 dan cara-cara menanggulanginya. Delapan tahun kemudian pada tanggal 3 juni 1992, PBB menyelenggarakan konferensi lingkungan hidup dan pembangunan di Rio de Jeneiro yang bertujuan untuk mengatasi masalah lingkungan dan pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Pembangunan yang sedang dilaksanakan tidak boleh hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi dan teknologi tetapi juga aspek lingkungan dan kelangsungan hidup manusia perlu diperhatikan. Gagasan tersebut dikenal sebagai pembangunan berkelanjutan dan telah disepakati menjadi kebijak-sanaan pembangunan semua negara di dunia. Untuk itu melalui pendidikan dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat diharapkan dapat dikembangkan perubahan sikap dan peningkatan motivasi dalam bertindak terhadap lingkungan.
Dalam konferensi tersebut di atas permasalahan lingkungan hidup yang dibicarakan bukan lagi terbatas hanya pada pencemaran, tetapi sudah mencakup pada kerusakan hutan, efek rumah kaca, kemiskinan, pendidikan, dan musnahnya berbagai spesies. Semuanya itu menggambarkan betapa keadaan ekosistem dunia saat ini telah banyak mengalami kerusakan. Nilai historis yang dihasilkan dari konferensi tersebut adalah dengan ditanda tanganinya deklarasi oleh seluruh wakil-wakil negara yang hadir dan menyepakati bahwa setiap negara masing-masing berkedaulatan memanfaat-kan sumber daya alamnya, tanpa harus merusak lingkungan hidup dan setiap negara bersedia untuk bekerja sama dalam melestarikan lingkungan (Valentinus 1992).
Sebagai wujud dan rasa tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup, pemerintah Indonesia telah berupaya membuat peraturan perundang-undangan khusus mengenai lingkungan hidup, yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hanya karena Undang-Undang tersebut relatif masih belum tersosialsasikan sehingga informasinya pada masyarakat belum tersebar-luaskan.
Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam menindaklanjuti hasil komprensi tersebut adalah melaksanakan pendidikan lingkungan hidup yang relatif dimulai pada tahun 1982 dengan model pendekatan monolitik pada perguruan tinggi dan pendekatan integratif pada jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SMU namum dalam kenyataan menunjukkan bahwa implementasi pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan.

B. PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Bencana lingkungan yang terjadi di berbagai bagian bumi makin beragam. Tidak hanya masalah banjir dan erosi saja yang terjadi, tetapi juga timbul masalah tanah longsor, kebakaran hutan, punahnya berbagai jenis tumbuhan dan binatang sampai pada masalah pencemaran pada tanah, air dan udara. Berbagai kenyataan yang terjadi di berbagai negara, seperti di Ethopia (Afrika) tahun 1980 berupa kelaparan dan kekeringan yang berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, penggundulan hutan, erosi tanah yang meluas dan kurangnya dukungan terhadap pertanian (Lester. R. Brow, 1995).
Bocornya pabrik pestisida di Bhopal (India) dan bencana yang terjadi di Chernobil (Rusia) ternyata menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian dan gangguan kesehatan seperti; kebutaan, penyakit kulit serta cacat seumur hidup (Anonim, 1988). Kepunahan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang yang terjadi akhir-akhir ini ternyata tidak hanya melanda daerah kering tetapi juga pada daerah tropis dan lainnya. Bila gejala tersebut terus berlangsung maka dalam waktu 20 sampai 30 tahun mendatang bumi akan kehilangan jutaan tumbuh-tumbuhan dan binatang. Salah satu penyebabnya adalah karena ulah manusia.
Chiras menyatakan, bahwa akar permasalahan terjadinya kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh manusia yang bermental frontier. Pada perinsipnya mentalitas frontier ini berdasarkan atas sikap dasar manusia, yaitu: (1) melihat dunia sebagai sumber yang tidak terbatas; (2) berpandangan bahwa manusia terlepas dari alam; dan (3) berpandangan bahwa alam sebagai suatu yang perlu dikuasai (Daniel D. Chiras, 1985).
Terbentuk dan berkembangnya manusia yang bermental frontir disebabkan oleh:
1. Setiap mahluk hidup termasuk manusia memiliki tabiat dasar yang disebut imperialisme biologis. Mahluk hidup ini berkembang biak dan selalu mencari makan untuk dirinya dan untuk keturunannya.
2. Manusia diberi kelebihan nalar oleh Tuhan pencipta dalam usaha mencari kesejahteraan hidup
3. Manusia melihat lingkungan sekelilingnya sebagai bagian yang lain di luar manusia atau memandang bahwa manusia bukan termasuk bagian alam.
4. Manusia selalu berkeinginan membentuk status yang lebih tinggi sehingga manusia berkeinginan mendapatkan materi yang berlebihan.

Melihat masalah lingkungan yang makin meningkat, maka perhatian dari berbagai kalanganpun muncul. The Club of Rome misalnya dalam penelitiannya berhasil menemukan adanya lima faktor dalam kehidupan manusia yang saling kait mengkait dan berkembang secara eksponensial sehingga dapat merusak lingkungan. Faktor tersebut adalah: (1) pertumbuhan penduduk, (2) peningkatan produksi pertanian, (3) pengembangan industri, (4) pencemaran lingkungan, dan (5) konsumsi sumber-sumber alam yang tidak dapat diperbaharui makin meningkat. Bila kelima faktor tersebut tidak diperhatikan maka diperkirakan pada tahun 2100 mendatang manusia akan berhadapan dengan kehancuran bumi tempat tinggalnya, yang diawali dengan munculnya berbagai bencana yang menggangu kehidupan (Meadosn Donella H, 1982).
Bencana lingkungan seperti yang telah disebutkan di atas dapat terjadi di berbagai bagian bumi, baik pada negara maju maupun pada negara yang sedang berkembang. Bagi negara maju, pencemaran karena industri mendominasi timbulnya permasalahan lingkungan. pada negara sedang berkembang termasuk Indonesia masalah di atas dapat terjadi terutama bila dalam kegiatan pembangunan faktor lingkungan tidak diperhatikan.
Masalah lingkungan yang dihadapi negara berkembang, banyak ditimbulkan oleh kemiskinan yang memaksa rakyat merusak lingkungan alam. Hutan dibabat untuk memperoleh kayu bakar, demikian pula tanah, dan pohon merupakan sumber energi utama untuk kelangsungan hidupnya. Dilain pihak kotoran dan sampah manusia kurang terurus sehingga kesehatan lingkungan rendah karena air bersih yang tersedia di tempat pemukiman di desa dan kota belum cukup (Emil Salim, 1991).
Dengan demikian permasalahan lingkungan cenderung akan meningkat bila tidak didukung oleh pengetahuan, sikap dan motivasi untuk berpartisipasi dari semua lapisan masyarakat dan tidak memandang lingkungan dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya hanya sebagai objek untuk dieksploitasi bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Bila kondisi tersebut terus berlangsung, maka masalah lingkungan seperti yang terjadi di tempat lain bukan tidak mustahil juga akan terjadi di Indonesia pada umumnya dan di Ujung Pandang pada khususnya.

C. KEBIJAKSANAN PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Pada umumnya pembangunan nasional di banyak negara berkembang selalu ditekankan pada pembangunan ekonomi. Alasan yang selalu dikemukakan karena sektor inilah yang dirasakan paling terbelakang dan dengan pembangunan dibidang ekonomi maka bidang-bidang kehidupan lain masyarakat diharapkan ikut terdorong ke arah yang lebih baik. Dari banyak kasus dan contoh diperlihatkan bahwa perhatian terhadap pembangunan dibidang ekonomi saja, tidak memberikan jaminan proses pembangunan dapat berjalan stabil dan kontinu.
Pada awalnya pembangunan hanya terpusat pada mobilisasi modal sebagai faktor strategis. Dengan kondisi ini diharapkan peningkatan pendapatan akan berjalan seiring dengan perluasan pasar. Model pembangunan seperti ini melahirkan teori “Model Pembangunan Berimbang” (balanced development). Model Pembangunan berimbang mengusahakan keseimbangan antara berbagai segi kegiatan masyarakat baik di sektor pertanian, pertambangan, industri, sektor jasa dan sebagainya.
Secara konsepsioanal model pembangunan ini cukup rasional dan dapat mengangkat masyarakat miskin, keadaan ekonomi yang lebih baik. Namun dalam jangka waktu tertentu disadari bahwa model pembangunan berimbang, masih dirasakan kurang menyentuh bagi terpenuhinya kebutuhan pokok bagi masyarakat. Padahal tujuan pembangunan ada dasarnya adalah memenuhi kebutuhan pokok (basic need) seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan fasilitas kesehatan. Karena pengalaman yang demikian, kemudian lahir model pembangunan kedua yang menitik beratkan prioritas pada pemenuhan kebutuhan pokok.
Dari model ini hasil pembangunan diharapkan akan dinikmati keseluruhan masyarakat luas secara proporsional. Ternyata model ini juga tidak mampu membawa perubahan struktur ekonomi masyarakat secara berarti. Dengan demikian hasil yang dicapai meleset dari tujuan pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut ditandai dengan makin melebar ketimpangan pendapatan masyarakat dan semakin melebar perbedaan strata ekonomi di masyarakat.
Dikemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak menyelesai-kan masalah pembangunan negara-negara berkembang, dengan harapan bahwa masalah-masalah lain akan terselesaikan dengan sendirinya melalui laju pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan berbagai permasalahan baru yang lebih rumit, adanya kesenjangan ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Keadaan ini tentunya sangat tidak menguntungkan dan dapat mengoyahkan pembangunan itu sendiri. Berangkat dari pengalaman demikian, maka model pembangunan untuk selanjutnya bergeser ke “Model Pembangunan Pemerataan”. Dengan model ini pembangunan diharapkan hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata.
Perkembangan pembangunan (ditambah dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar dan pola hidup yang boros akan jumlah dan jenis produk pada sebagian kelompok masyarakat) sangat banyak membutuhkan dan mengkonsumsi sumber daya alam. Meskipun sumber daya alam terdapat dalam jumlah yang melimpah, namun sumber daya alam tersebut mudah rusak dan memiliki kesetimbangan yang kritis. Ada ambang batas-batas yang tidak boleh dilampau untuk menjaga integritasnya, sehingga untuk menjamin kelangsungan pembangunan saat ini dan untuk masa yang akan datang diperlukan suatu perubahan perilaku pembangunan. Bertolak dari pandangan di atas lahirlah “Model Pembangunan Berkelanjutan” (sustainable deveploment) yang merupakan tahapan selanjutnya dari model pembangunan pemerataan, di mana orang tidak lagi membicarakan tentang kecukupan kebutuhan pokok atau pemerataan, tetapi lebih jauh mulai membicarakan tentang kualitas hidup yang dihasilkan dari proses pembangunan. Kualitas hidup tersebut mencakup kualitas lingkungan hidup dan kualitas diri manusia itu sendiri. Disinilah letak peranan pendidikan dalam mewujudkan kualitas hidup tersebut

D. FILOSOFI PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
Pembangunan yang sedang dilakukan di Indonesia adalah pembangun-an manusia Indonesia seutuhnya dengan ciri-ciri adanya keselarasan hubungan antara manusia dengan masyarakat dan keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Di samping menjaga keselarasan dengan pencipta, maka manusia perlu menjaga keselarasan hubungan antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungannya (Hasan, A. R).
Semangat untuk mengembangkan kehidupan secara berkelanjutan (Sustainable) pada saat planet bumi yang hanya satu yang layak dihuni manusia sedang mengalami proses pencemaran dan perusakan, yang terdeteksi sudah mencapai skala mengglobal, memang bukan pekerjaan gampang. Diperlukan semangat juang dan bahkan juga kerelaan berkorban seperti saat bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah pada zaman revolusi tahun 1945-an.
Pada zaman revolusi, merebut hak untuk merdeka bagi bangsa Indonesia yang sudah terjajah lebih dari 250 tahun itu, memiliki semangat juang begitu berkobar, sehingga korban jiwa dari para pahlawan direlahkan, apa lagi harta-benda. Bahkan seluruh kota Bandung menjadi Lutan Api, dari pada diserahkan kepada para penjajah. Semua para pejuang Kemerdekaan berjuang dan berkorban demi sebuah visi (cara pandang ke masa datang) bahwa kemerdekaan itu harus dimiliki Bangsa Indonesia demi kemakmuran dan kesejahteraan hidupnya. Untuk itulah mereka rela berkorban betapa pun berat misi perjuangan mereka demi suatu visi yang mulia.
Semangat macam itu sekarang diperlukan lagi. Keberlanjutan kehidupan dan eberlanjutan pembangunan memerlukan kreativitas Bangsa Indonesia yang sudah merdeka itu. Masalah yang dihadapi adalah “terperangkapnya” kita dalam sistem Pembangunan Ekonomi yang memboroskan sumberdaya alam dan mencemarkan serta merusak Lingkungan sedemikian rupa, sehingga daya dukung LH-nya pun terancam. Makin dini, kita meraih kemampuan mengubah Pembangunan (ekonomi) menjadi berkelanjutan, maka besar harapan keberhasilan mencapai visi yang diidam-idamkan. Sebaliknya, makin lengah, makin sulit kelak bangsa Indonesia mencapai kemakmuran dan kesejahteraan seperti yang diidam-idamkan oleh para pejuang Kemerdekaan Indonesia terdahulu. Perjuangan mereka bisa menjadi sia-sia.
Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan suatu pendekatan guna mencari solusi yang tepat. Sebagai mana kita ketahui bahwa di era reformasi sekarang ini pendekatan hukum dengan mengandalkan kekuatan aturan tidaklah efektif untuk dijadikan sebagai satu-satunya modal dalam memecahkan masalah pembangunan. Hal tersebut dapat dimaklumi, sebab disatu sisi masyarakat sering melanggar aturan (merusak lingkungan) jika tidak terkontrol oleh aparat hukum yang berwewenang, sementara disisi lain petugas dapat mengatur damai di tempat jika menemukan masyarakat yang melanggar aturan. Oleh karena itu pendekatan pendidikan memang merupakan alternatif yang paling jitu dalam merubah perilaku masyarakat secara menyeluruh untuk berperilaku ramah terhadap lingkungan.
Pendekatan pendidikan merupakan jalur strategis yang memberikan harapan untuk menunjang upaya pemecahan masalah lingkungan jangka panjang. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pendidikan berfungsi sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan. Oleh karena itu eksistensi pendidikan lingkungan hidup sangat penting dalam merubah pola pikir manusia yang bermental frontir menjadi manusia yang memiliki etika lingkungan. Etika lingkungan mengajarkan kepada manusia agar: (1) menyadari dan meyakini bahwa sumber alam di bumi adalah terbatas, (2) memandang dirinya sebagai bagian dari alam, dan (3) manusia bukan sebagai penguasa bumi untuk menggunakannya secara tidak bertanggung jawab
Pendidikan lingkungan hidup mesti disempurnakan sedemikian rupa sehingga mampu menjadi ajang pendidikan bagi upaya menuju kehidupan berkelanjutan di Bumi. Dan masyarakat tidak hanya mampu menjadi warga negara pengembang dan pengamal IPTEK yang ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam, melainkan juga mampu menerima dan menjalankan etika dan moralitas insan Pembangunan Berkelanjutan sebagai bagian dari amal-solehnya. Amal bagi anak keturunannya di masa datang dan taqwa pada Maha pencipta yang memberkahinya. Oleh karena itu kita perlu memiliki kometmen yaitu menyadari dan peduli serta merasa terpanggil untuk turut menyumbangkan diri pada upaya mengurangi kemosotan sumberdaya alam dan pencemaran/perusakan lingkungan hidup, serta mempersempit kesenjangan dan ketidak-merataan sosial-ekonomi dan sosial budaya dalam kehidupan manusia baik pada tingkat global, nasional maupun lokal

PENUTUP
Kini makin disadari bahwa menjaga kualitas lingkungan merupakan suatu tantangan penting yang dihadapi umat manusia dewasa ini. Tingkat perusakan planet bumi oleh ulah manusia, terlebih di negara industri maju, sudah tergolong memprihatinkan. Dalam menjawab tantangan tersebut, pendidikan lingkungan hidup memberikan kontribusi yang amat penting. Kontribusi tersebut dapat dijalankan pada beberapa tingkatan. Paling tidak, terdapat tugas untuk memberikan pengajaran tentang lingkungan hidup, menyebarkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, membantu masyarakat memperoleh kompetensi dan pengetahuan yang diperlukan untuk bertindak, mendidik diri kita sendiri dan orang lain melalui lingkungan, serta belajar mengenal lingkungan alam dengan terjun langsung ke dalam lingkungan itu sendiri.
Selanjutnya dalam penyusunan penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran PLH perlu ditinjau kembali dan memperhitungkan kelemahan dan hambatan dari pelaksanaan kurikulum 1984, serta mengupayakan penyesuaian pada keadaan lokal masyarakat setempat. Sebenarnya hal ini sangat relevan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang sedang dalam proses pencarian bentuk saat ini. Disamping itu perlu kesediaan guru untuk memahami isi program PLH, dan perlu bekerja lebih keras dalam melaksanakan pengajaran pendidikan lingkungan hidup secara terpadu bagi anak didiknya, sehingga dapat dibentuk sikap dan tingkah laku yang berwawasan lingkungan.
Mudah-mudahan pikiran-pikiran ini dapat menambah masukan bagi pengembangan pendidikan lingkungan hidup dalam menunjang pem-bangunan kedepan

DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, S. 1996. Pengelolaan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti, Depdikbut.

Anonim, Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1988.

Bechel, Robert B., 1993. Environmental and Behaviour, London: A Division of SAGE Publications, inc.

Bennet, D. E. 1997. Evaluasi of Enviromental Education Program, New York: Jhon Willey & Son.

Daniel D. Chiras, Enviromental Science A Framework Decision Making, Menlo Park, California: The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc., 1985.

Djohan, Arif T., 1998. Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan hidup, Jakarta: Harvarindo.

Emil Salim, Ligkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1991.

Hasan, A. R. Tinjauan Kritis tentang Pembangunan,Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1991

Irwan, Z. D., 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan, Jakarta: Bumi Aksara.

Lester. R. Brow, dkk . Masa Depan Bumi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.

Meadosn Donella H. dkk. Batas-Batas Pertumbuhan, diterjemahkan oleh Masri Maris, Jakarta: Gramedia, 1982.

Mesarovic, Mihaljo and Edwass Pastel, 1974. Mankid at the Tuming Point, the Second Report to the Club of Rome, New York: EP. Dulton and Co. Inc.

Otto Sumarwoto, Indonesia dalam Kanca Issu Lingkungan Global, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Rau, John G. and David C. Wooten, 1980. Environmental Impact Analisis Handbook, New York: McGraw-Hill Book Company.

Terry, G. R, 1960. Principles of Management, Richard. D. Irwing Inc, Homeword Illinosis.

Valentinus Darsono, Pengantar Ilmu Lingkungan, Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 1992.


0 komentar to "PERANAN PENDIDIKAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERKOTAAN."

Posting Komentar

my photo

my photo

Cari Blog Ini

Selamat datang di CHUMMANK BLOG

Blog ini dapat menjadi solusi konkrit bagi anda semua, utamanya sebagai bahan referensi

PROPILKU

makassar, sulawesi selatan

Pengikut

Label

Blog Archive

Web hosting for webmasters