PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU1

A. Pendahuluan
Tingkat pendidikan suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem dan manejemen pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus dikelolah dengan sebaik-baiknya agar mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Para pendidik harus mampu membentuk peserta didik manjadi manusia yang kreatif, berdisiplin, bermotivasi, mandiri dan tegar menghadapi tantangan yang kompetitif.
Sumber daya manusia yang berkualitas tidaklah mungkin tumbuh dan berkembang dengan sendirinya secara alami. Tetapi jelas harus melalui suatu proses pengembangan yang diupayakan secara sistematis, konsisten dan profesional. Satu-¬satunya wadah kegiatan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas adalah pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun pendidikan jalur luar sekolah.
Manejemen pendidikan harus dibenahi, seperti profesionalisme guru harus ditingkatkan agar mental dan moral paserta didik berhasil baik, yang tidak terlepas dari pembinaan guru, agar tujuan tersebut tercapai. Ada beberapa usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain: perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, penyediaan fasilitas, pemantapan proses belajar mengajar dan lain-lain. Namun usaha tersebut tidak akan ada artinya jikalau guru sebagai ujung tombak dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan tidak berfungsi secara maksimal, dalam artian bahwa guru tidak mampu mengelola pembelajaran di kelas dengan efektif dan efesian.
Meningkatkan kualitas pendidikan khususnya pada peningkatan kualitas peserta didik, guru sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan dan peningkatan belajar siswa. Demikian pula peserta didik turut memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan khususnya dalam menerima materi pelajaran di kelas.
Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari strategi belajar mengajar yang mencakup: waktu, metode/teknik dan alat pengajaran yang digunakan, sebagai cara seorang guru memotivasi siswa agar berminat dan giat untuk belajar.
Guru sebagai pengajar dan pendidik harus menyadari bahwa pentingnya manimbulkan motivasi belajar siswa, sebab siswa yang diberi motivasi akan lebih siap belajar dari pada siswa yang tidak diberi motivasi belajar, walaupun disadari bahwa motivasi yang datangnya dari dalam lebih efektif dari pada motivasi yang
datangnya dari luar.
Thomas M. Risk berpendapat bahwa : "Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuan-¬tujuan belajar. (Ahmadi dan Rohani)".
Salah satu masalah yang dihadapi oleh guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah bagaimana memotivasi atau menumbuhkan dorongan dalam diri siswa secara efektif, karena keberhasilan suatu pengajaran sangat di pengaruhi oleh motivasi/dorongan (memotivasi).
Salah satu faktor yang dipandang sangat berpengaruh dalam pembelajaran adalah memotivasi. Motivasi dapat dilihat sebagai kondisi internal atau ekstemal yang dapat mempengaruhi bangkitnya, arahnya dan tetap berlangsungnya suatu kegiatan.
Pada kenyataannya, apabila siswa diberi dorongan (motivasi) sebelum pelajaran berlangsung maka siswa akan lebih siap dan giat belajar, berkonsentrasi dalam mengikuti proses belajar mengajar termasuk memperhatikan penjelasan guru, dan bertanya serta aktif mencat, dengan demikian salah satu keberhasilan dalam belajar adalah dengan memberikan dorongan atau motivasi kepada siswa. pentingnya arti dan peranan motivasi dalam meraih keberhasilan. Seseorang yang ingin berhasil dalam proses belajamya haruslah ditopang dengan motivasi yang cukup maksimal. Mengingat pentingnya hal tersebut guru dituntut untuk membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keahlian, salah satu bukti konkrit yang dapat dilihat yaitu diberlakukannya sertifikasi bagi tenaga kependidikan yang tentunya dilakukan dalam rangka menciptakan guru yang profesionalisme.
B. Pengertian Istilah Profesi
Istilah profesi atau profesional dimasyarakatkan sering dikaitkan dengan profesi seseorang sebagai: seorang dokter, seorang arsitek dan seorang tentara. Bahkan tak jarang didengar bahwa mereka yang berprofesi demikian selalu berusaha meningkatkan keprofesionalannya.
Menurut Orstein dan Levina (1985), bahwa profesi adalah jabatan yang:
1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk meduduki jabatan tersebut memerlukan izintertentu dan atau ada persyaratan khususyang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalammembuat keputusan dalam ruan lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertangggung jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
9. Mempunyai organisasi sendiri yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
10. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
11. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya.
12. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya)
Bagaimana halnya dengan guru? Secara formal guru dan dosen adalah pejabat profesional, dan mereka diberikan tunjangan profesi. Akan tetapi banyak kalangan yang kurang meyakini keprofesionalan mereka terutama guru, karena: 1) banyak guru atau dosen yang melakukan pekerjaan tidak memberi keputusan kepada mereka; 2) menurut mereka pekerjaan pendidik dapat dilakukan oleh siapa saja. Untuk menjawab kedua alasan tersebut maka guru sebagai pejabat profesional (UU No.20 Tahun 2003 dan UU No. 14 Tahun 2005), juga harus terus meningkatkan atau mengembangkan profesionalitasnya.
Satu hal yang dapat dilakukan seorang guru dalam usaha pengembangan profesinya adalah dengan melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran disekolah melalui Classroom Action Research (CAR) yang berarti Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Untuk dapat melakukan usaha pengembangan profesi guru dengan perbaikan pembelajaran dikelas melalui Classroom Action Resesearch, maka harus diketahui 1) Pengertian profesi, 2) Guru sebagai profesi, 3) Peranan Classroom Action Research (CAR) dalam meningkatkan profesionalisme guru .
C. Guru Sebagai Jabatan Profesi
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Profesi (profesional) adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber kehidupan yang memerlukan keahliah, kemahiran atau kepercayaan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Jadi, guru yang profesional adalah pendidik yang tugasnya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik di sekolah. Tugas itu menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memerlukan standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (2003) dan Nasional Education Assosiation (NEA) (1948), telah dikemukakan tentang prinsip-prinsip profesionalisme guru dan dosen. Konsep dari keduanya berbeda, namun namun pada dasarnya sama dan saling melengkapi. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen
13. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
14. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan dan ketakwaan dan akhlak mulia.
15. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
16. Memeliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
17. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas kepropfesionalan.
18. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
19. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
20. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
21. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.



Menurut Nasional Education Assosiation (NEA) (1948)
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan jabatan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan ’latihan dalam jabatan’ yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan kenggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
D. Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi (competency) kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Selain itu diartikan pula sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang (Keputusan menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002).
Empat jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sebagai agen pembelajaran (guru), sebagai berikut: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional dan 4) kompetensi sosial. Keempet jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan diuraikan sebagai berikut:
1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian mencerminkan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian, sebagai berikut.
a. Mantap dan stabil (bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma sosial, bangga sebagai pendidik (Guru Tauwa, YES / Guru Ji, NO) dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b. Dewasa, menampilkan kemandirian dalam bertindak dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c. Arif, menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan perserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.
d. Berwibawa, memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang berpengaruh posistif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e. berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik, yakni bertindak sesuai dengan nilai religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara subtansial kompetensi ini mencakup kemampuan, sebagai berikut.
a. Pemahaman peserta didik, yakni memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan prinsip-prinsip kepribadian serta mengidentifikasi bekal awal peserta didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, menentukan strategipembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai dan materi ajar serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Melaksanaan pembelajaran, menata latar atau (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, melaksanakan evaluasi (assess-ment) proses dan hasil belajar, secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level) serta memanfaatkan hasil belajar untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri yang dimilikinya, yakni menfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi dirinya.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional merupakan kemampuan berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam. Secara rinci masing-masing elemen diuraikan sebagai berikut.
a. Menguasai subtansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, yakni memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antara pelajaran terkait; serta menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehdiupan sehari-hari.
b. Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Subkompetensi dan indikator diuraikan sebagai berikut:
a. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, yakni berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b. Bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Keempat standar kompetensi, subkompetensi dan jebaran indikatornyalah yang dijadikan dasar penyusunan kisi-kisi intrumen ujian sertifikasi guru.
E . Classroom Action Research (CAR) dalam meningkatkan Profesionalisme Guru
Classroom Action Research mengandung tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas Sehubungan dengan itu maka Arikunto, dkk (2006) mengartikan bahwa Classroom Action Research sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Sehingga tujuan Classroom Action Research adalah meningkatkan situasi pembelajaran di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Burns (1999); Kemmis dan Mc Taggrt (1982) dalam Madya (2007), bahwa Classroom Action Research adalah intervensi praktek dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktik.
Fungsi Classroom Action Research sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran di kelas, yaitu sebagai: 1) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam sistuasi pembelajaran di kelas; 2) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; 3) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; 4) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; 5) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas (Colen & Manion, dalam Madya, 2007).
Hal tersebut dapat dilakukan karena: 1) hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya; 2) penelitian dilakukan di dalam situasi nyata yang pemecahannya segara diperlukan; 3) peneliti (guru) melakukan sendiri pengelolaan, penelitian dan sekaligus pengembangan.
Pertanyaan yang muncul adalah kapan dilakukan Classroom Action Research? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka sebelumnya diuraikan tujuan Classroom Action Research sebagai berikut: untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara berkesinambungan yang tentunya tujuan ini sudah melekat pada diri guru dalam penunaian misi profesional kependidikannya (Aqid, 2007). Selanjutnya menurut Arikunto (2006) adalah 1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses serta hasil pendidikan di sekolah; 2) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas; 3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; 4) menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan. Berdasarkan tujuan dari Classroom Action Research tersebut maka jawabnya adalah ’ketika guru ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan sekaligus ia ingin melibatkan peserta didiknya dalam proses pembelajarannya.
Harapan setelah melakukan Classroom Action Research menurut Arikunto (2006) adalah: 1) peningkatan atau perbaikan kinerja belajar siswa di sekolah; 2) peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas; 3) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya; 4) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses hasil belajar siswa; 5) peningkatan dan perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah; 6) peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.
Uraian tersebut menunjukkan betapa besar peranan Classroom Action Research tarhadap peningkatan profesionalisme guru dan dosen khususnya dalam meningkatkan kompetensi profesional guru dan dosen.







Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi dkk.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.
Aqid, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yama Widya. Bandung.
Madya, Suwarsih.2006. Teori dan Praktek Penelitian Tindakan Kelas (Action Research). Alfabeta. Bandung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasinal Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.
Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Jakarta: Kependidikan Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Rochiati Wiriaatmadja, 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Jakarta. Program Pasca Sarjana UPI dan PT Remaja Rosdakaya.
Sutjiptodan RaflisKosasi, 1992/1993. Profesi Keguruan. Jakarta. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.


0 komentar to "PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU1"

Posting Komentar

my photo

my photo

Cari Blog Ini

Selamat datang di CHUMMANK BLOG

Blog ini dapat menjadi solusi konkrit bagi anda semua, utamanya sebagai bahan referensi

PROPILKU

makassar, sulawesi selatan

Pengikut

Label

Blog Archive

Web hosting for webmasters