HUBUNGAN GEOGRAFI DENGAN INDUSTRI PARIWISATA (ditinjau dari Aspek keruangan,kelingkungandan kewilayahan)

A. BATASAN PENGERTIAN ILMU GEOGRAFI

         Pengertian ilmu geografi tidak bertitik tolak dari pokok atau prinsip ilmiah, melainkan usaha penyederhanaan dalam kepraktisan pemahamannya. Oleh karena itu antara bidang ilmu geografi satu dengan yang lain biasa terdapat pertindihan (Overlap). Berbeda halnya dengan defenisi harus memperhatikan adanya unsur-unsur penduduk, tempat, pola dan proses (Ginsburg, 1988 : 615). Sedangkan menurut Sandy (1972 : 11) definisi geografi yang baik harus memenuhi kaidah-kaidah : (a) Syarat definisi, (b) dapat mencakup semua cabang geografi yang ada.
          Beberapa pengertian geografi menurut beberapa ahli, sebagai berikut : Elsworth Huntington : Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan fisiknya. Esensi dari seluruh (semua) geografi adalah manusia dan aktifitasnya yang dikaji dalam kaitannya dengan lingkungannya.
  • C.C Huntington : Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan timbalbalik antara manusia dengan lingkungannya. Esensi geografi dan cabang-cabangnya adalah manusia, distribusi dan aktifitasnya yang dikaji dalam kaitannya dengan lingkungan fisiknya.
  • Richard Hartsshorne, 1960 : Geografi adalah sebagai bidang ilmu yang mencari penjelasan dan interpretasi tentang karakter variable dari suatu tempat ke tempat lain sebagai dunia tempat kehidupan manusia.
  • Williams, 1976 : Geografi adalah suatu studi yang berkenaan dengan kenyataan-kenyataan yang dialami oleh seseorang dalam perjalanan hidupnya yang dapat dihayati sebagai kesatuan hubungan antara factor-faktorgeografis denganummat manusia yang telah dimodifikasi, diubah dan diadaptasikanoleh tidakan manusia sendiri.
  • Vernor C.Vinch dan Glenn T. Trewarhta: Geografhy is the scienceof the earth surface, it counsists of systematic description and interpretation of the distribution of things on the face of the earth.
           Sedangkan defenisi geografi berdasarkan Semiloka IKIP Semarang,1988 : Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan-persamaan, perbedaan-perbedaan, dan keterkaitan fenomena-fenomena geosfer dalam konteks keruangan, kelingkungan dan teks kewilayahan. Fenomena geosfer mencakup fenomena-fenomena litosfer, hidrosfer, biosfer dan antropofer.

B. HAKIKAT GEOGRAFI

          Dalam filsafat ilmu pengetahuan ditegaskan bahwa suatu pengetahuan yang sistematis disebut ilmu pengetahuan bila memiliki sekurang-kurangnya tiga aspek, yaitu aspek ontologis, aspek epistemologis dan aspek aksiologis atau aspek fungsional. Hakikat Geografi sebagai ilmu pengetahuan dapat ditelusuri melalui kaitan bagian permukaan bumi dengan kehidupan manusia.

C. PENGERTIAN SUMBER DAYA ALAM

         Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).
          Sumber daya alam adalah sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai. Sesuatu yang tidak diketahui penggunaannya sebagai sumber daya karena ia tidak mempunyai nilai. Sebaliknya, sesuatu yang meskipun ada gunanya, tetapi tersedia dalam jumlah yang relative besar disbanding dengan permintaan juga bukan merupakan sumber daya. Sumber daya adalah konsep yang dinamis dan kemungkinan selalu terjadi perubahan dalam informasi, tehnologi, dan relative kelengkapannya dapat mempunyai sesuatu menjadi bernilai. Barang yang dihasilkan sebagai hasil usaha manusia dalam mengombinasikan alam, tenaga, modal, dan tehnologi dengan sumber daya tidak dapat disebut sumber daya.
          Sumber daya mempunyai sifat yang jamak dan mempunyai dimensi jumlah, kualitas, waktu, dan tempat. Sumber daya alam dibentuk atau diciptakan oleh alam menurut hokum-hukum tampa adanya campur tangan perbuatan manusia secara aktif. Dengan kebudayaan yang makin maju, manusia merasa makin terlepas dari alam dan meninggalkan kesatuannya dengan alam. Alam dianggap sebagai kawan atau sebagaia lawan. Alam dianggap sebagai kawan apabila dapat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan dan dianggap sebagai lawan apabila mendatangkan bencana . Sumber daya alam adalah segala Sesutu yang terdapat di alam sekitar yang merupakan hasil bentukan alam serta dapat dimamfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

D. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

          Menurut pemamfaatannya, sumber daya alam dapaot digolongkan menjadi sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sumber daya alam pyang tidak dapat diganti, dan sumber daya lestari.
  1. Sumber Daya Alam yang Tidak dapat Diperbaharui (Nonrenewable resources), Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang apabila sudah digunakan secara terus menerus, akan habis dan musnah serta tidak dapat dihasilkan sendiri oleh manusia. Contohnya mineral logam, mineral bukan logam, dan mineral penghasil energi.
  2. Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui (Renewable Resources), Sumber daya alam yang dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang apabila digunakan terus menerus Dalam jangka waktu tertentu akan kembali seperti semula dan dapat digunakan lagi. Contohnya tanah, air, tumbuh – tumbuhan dan hewan.
  3. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diganti (Nonreplaceable), Sumber daya alam yang tidak dapat diganti adalah, sumber daya alam yang dipakai sekali habis, contohnya: Minyak bumi. Menurur proses terbentuknya, sumber daya alam dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sumber daya fisik, biotic, dan lingkungan alam.
  4. Sumber Daya Alam Lestari yaitu sumber daya yang selalu ada dan berkelanjutan. Contohnya, sinar mata hari, air, hujan, sungai, ombak, angin, dan air laut. Berdasarkan asal proses pembentukannya, sumber daya alam dibedakan menjadi sumber daya fisik, biotik,dan lingkungan
D. SEBARAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA

          Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumber daya alam besar baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang ada tersebut dapat digunakan sebagai salah satu modal untuk memajukan Negara dan menyejah - terakan masyarakat. Selain itu sumber daya alam juga dapat berfungsi sebagai bahan dasar industri, bahan penghasil energi , sumber daya pertanian dan sumber daya lingkungan alam.
1. Sebaran Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui .
    Sumber daya alam yang dapat diperbaharui meliputi mineral logam, bukan logam , dan mineral energi.
    a. Mineral logam
        Sumber daya alam mineral logam meliputi sebagai berikut:
  1. Biji besi dihasilkan di Cilacap (Jawa tengah) , Cilegon (Banten), gunung Tegak (Lampung), Lengkabana dan Longkana (Sulawesi Tengah) Pulau Sebuku dan Suwang (Kalimantan Selatan) . Biji besi diolah oleh PN Aneka tambang di Cilacap Jawa Tengah dan PT Krakatau Steel di Cilegon Jawa Barat.
  2. Bauksit dihasilkan di pulau Bintan (Riau) , Singkawan (Kalimantan Barat ) dan Kalimantan Tengah
  3. Mangan dihasilkan di Kliripan (Yogyakarta) , Tasikmalaya (Jawa Barat), Lampung, Maluku , NTB , dan Sulawesi Utara.
  4. Nikel dihasilkan di Kalimantan Barat, Maluku , Papua, Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
  5. Timah dihasilkan da Bangkinang ( Riau), Dabo pulau Singkep , Manggar ( Pulau Belitung) , dan Sungai Liat (Pulau Bangka ).
  6. Tembaga Dihasilkan di Cikitok (Jawa Barat ), Kompara (papua), sangkarapi (Sulawesi selatan), dan Tirmaya (Jawa Tengah).
  7. Emas dan perak dihasilkan di Bengkalis (sumatera), Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Cikotok (Jawa Barat), Logos (Riau), dan Rejang Lebong (Bengkulu).
    b. Mineral Bukan Logam
        Sumber daya alam bukan logam meliputi sebagai berikut:
  1. Aspal dihasilkan.di pulau Buton (Sulawesi Tenggara) dan permigan Wonokromo (Jawa Timur)
  2. Fosfat dihasilkan di Bogor, Panggandaran (Jawa Barat), Gombong, Purwokerto, Jepara, Rembang, dan Bojonegoro
  3. Garam dihasilkan di Pulau Madura
  4. Garam batu dihasilkan di Kepulauan Kei.
  5. Gips dihasilkan di Cerebon, Rembang, NTB, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.
  6. Intan dihasilkan di Kalimantan Selatan, tempat pengesahannyanya di Martapura.
  7. Marmer dihasilkan di Besok daerah Wajak, Tulungagung (Jawa Timur), DIY, papua, Lampung, dan Sumatera Barat.
  8. Yodium dihasilkan di Semarang (Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur).
  9. Mineral Energi
Sumber daya alam Mineral energi meliputi sebagai berikut:
  1. Minyak bumi dihasilkan di Babo (Papua), Cepu (Jawa Tengah), Delta Sungai Brantas (Jawa Timur), Dumai (Riau), Kembatin (Kalimantan Tengah), Kepulauan Natuna (Riau), Klamono (Papua), Peureulak (Jawa Barat), Plaju (Sumatera Selatan), dan Surolangun (Jambi).
  2. Batu bara dihasilkan di Bukitasam yang terpusat di Tanjungenim (Sumatera Selatan), Sungai Berau yang berpusat di Samarinda (Kalimantan Timur), dan Umbilin yang berpusat di sawah Lunto (Sumatera Barat).
  3. Gas Alam dihasilkan di Arun ( Aceh), Bontang (Kalimantan), Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
2. Sebaran Sumber Daya Alam Yang dapat Diperbaharui
    Sumber daya alam yang dapat meliputi sumber daya alam pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan,  dan tanah.
a. Sumber Daya Alam Pertanian dan perkebunan
         Pertanian adalah segala usaha manusia yang meliputi bidang bercocok tanam, berkebun, beternak, perikanan, kehuatanan. Pengertian pangan dalam Propenas 2000 – 2006 tidak hanya tanaman pangan, tetapi meliputi sumber Karbohidrat dan vitamin (tanaman pangan dan hortikultura), Sumber protein (peternakan dan perikanan), dan sumber minyak pangan (perkebunan). Dalam bidang perkebunan, telah ditetapkan beberapa konsep dan definisi tentang perkebunan, antara lain sebagai berikut:
  1.  Produksi kebun atau produksi primer adalah paroduksi atau hasil yang dipanen dari usaha perkebunan tanpa melalui proses lebih lanjut. Misalnya, dari perkebunan karet produksi primernya berbentuk latex dan lumb.
  2. Produksi olahan pada umumnya mempunyai unit pengolahan sendiri sehingga produksi yang dipasarkan sudah dalam bentuk barang hasil olahan. Produk olahan adalah produksi primer yang telah diolah menjadi suatu bentuk barang jadi atau barang setengah jadi sehingga nilai ekoomisnya lebih tinggi.
  3. Kebun inti adalah kebun yang dibangun oleh perusahaan perkebunan dengan kelengkapan fasilitas pengolahan, dimiliki oleh perusahaan tersebut, dan dipersiapkan menjadi pelaksana perkebunan inti rakyat.
  4. Kebum Plasma adalah kebun yang dibangun dan dikembangkan oleh perusahaan perkebunan (kebun inti) serta ditanami dengan tanaman perkebunan.
  5. Perusahaan perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha atau badan hokum yang bergerak dalam kegiatan budi daya tanaman perkebunan di atas lahan yang dikuasai dengan tujuan ekonomi atau komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang. Usaha budidaya tanaman perkebunan di luar bentuk badan usaha seperti yang diusahakan oleh rumah tangga petani tidak temasuk dalam konsep ini dan biasanya disebut usaha perkebunan rakyat.
E. PARIWISATA DAN LINGKUNGAN HIDUP

           Manusaia hidup dilingkungan tertentu, berupa sebidang tanah dengan fauna dan flora tertentu, tanahnya dalam keadaan tertentu, berbukit, datar, dialiri sungai, sungai-sungai atau di pantai laut dan sebagainya. Flora dan fauna yang hidup di atasnya juga dalam keadaan tertentu, jenis tanaman dan binatanganya jumlahnya dan sebagainya. Di tengah- tengah itu hidup manusia. Kalau tanah, flora, fauna dan manusia itu dalam keadaan saling cocok, atau dalam keadaan seimbang, semua keadaan itu merupakan suatu system yang baik, di sebut ekosistem. Ekosistem dalam keadaan simbang segala sesuatu dalam keadaan baik. Akan tetapi keadaan seimbang itu dapat dengan mudah terganggu, sehingga timbul suatu keadaan tak seimbang ekosistemmenjadi rusak,flora rusak, fauna rusak, manusia menderita.
         membangun pariwisata pertama-tama harus ada antraksi wisata yang diharapkan di kunjungi wisatawan. Antraksi wisata itu dapat berupa obyek-obyek lama yang sudah ada atau obyek buatan baru. Kalau obyek itu lama, pulau, maka disini dalam pembangunan berlaku prinsip bahwa obyek-obyek itu harus disajikan dalam bentuknya yang khas dan asli. Ini sesuai dengan prinsip pelestarian lingkungan hidup
          Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan :
a. Kemanpuan untuk mendorong meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosialbudayanya
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangandan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup
d. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri

D. HUBUNGAN GEOGRAFI , INDUSTRI DAN PARAWISATA

          Pariwisata adalah sautu gejala yang sangat kompleks didala masyarakat. Disamping itu ada wisatawan sendiri dengan segala tingkah lakunya. Itu semua yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan merupakan satu keterkaitan di dalammasyarakat. Cara lain yang biasa di gunakan untuk menganalisis pariwisata ialah untuk menganalisis pariwisata ialah melihata gejala pariwisata sebagai suatu industri
          Pariwisata adalah suatu gejala social yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai Aspek sosiologis, Ekonomis dan Ekologis dan sebagainya. Untuk mengadakan perjalanan orang harus mengeluarkan biaya,yang diterima oleh orang-orang yang menyelenggarakan angkutan, menyediakan bermacam-macam jasa, antraksi,dan lainnya. Keuntungan ekonomis untuk daerah yang di kunjungi wisatawan, itulah yang pertama-tama merupakan tujuan pembangunan wisata.Dalam hubungan dengan geografis dari pariwisata ini adalah orang menggunakan pendekatan keruangan, kewilayahan dan kelingkungan.
          Selain mengenai fasilitas,pelayanan dan tariff, sebuah hotel hanya dapat berfungsi dengan baik sebagai komponen dalam kegiatan pariwisata kalau memenuhi persyaratan lokasi. Persyaratan lokasi itu yang terpenting berupa syarat lingkungan
          Tiap-tiap hotel di bangun dengan bentuk bangunan tertentu sesuai dengan fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan dengan tariff tertentu.ini semua menberi citra kepada hotel.sebaliknya setiap lokasi dimana hotel ditempatkan juga memiliki citranya sendiri sebagai daerah tempat tinggal, daerah bisnis,daerah pertanian,daerah perkampungan kumuh,dan sebagainya.
          Peryaratan lokasi hotel menuntut bahwa citra hotel dengan citra lingkungan itu harus saling sesuai. Kalau tidak demikian akan terjadi citra lingkungan atau lingkungan yang menyesuaikannya dan mendapat citra hotel. Penyesuaian itu dapat berakibat fatal untuk hotel
          Kalau hotelmengunah lingkungannya sehingga sesuai dengan citranya sendiri,berarti hotel tersebut merupakan pusat pertumbuhan social. Untuk menjadi pusat pertumbuhan social hotel harus tetap laku.
Sukses atau tidaknya suatu bentuk pariwisata adalah cerminantelah berintegrasi dengan lingkungannya karena semakin baik kondisi lingkungannya maka hasil yang di hasilkan juga akan semakin meningkat begitupun juga sebaliknya.
          Kesesuain pariwisata dengan lingkungannya tidak hanya di pandang secara social tetapi juga secara fisik.jika tempat wisata yang terletakdi daerah yang iklimnya yang menyenangkan dengan pemandangan yang indah, adalah tempat wisata yang tepat lokasinya.
          Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mendukung beberapa prinsip di atas,yaitu meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Penataan ruang tidak hanya memberikan arahan lokasi investasi, tetapi juga memberikan jaminan terpeliharanya ruang yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek wisata sebagai aset bangsa. Dalam pengembangan kegiatan pariwisata diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang dapat menjamin sustainable development guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
         Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam penataan ruang yang bertujuan untuk meningkatkan Dalam mendukung pengembangan pariwisata, kebijakan penataan ruang meliputi
hal-hal sebagai berikut :
  1. Pengembangan wilayah dengan pendekatan pengembangan ekosistem, yaitu penatan ruang dilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan terkoordinasi,berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
  2. Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisiensi yang tinggi danpercepatan pertumbuhan ekonomi wilayah
  3. Pengembangan pariwisata harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi nasional, wilayah dan lokal. Pada tingkat nasional sektor pariwisata harus berperan sebagai prime mover dan secara interaktif terkaitdengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
  4. Pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh stakeholder. Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat dimulai sektor hulu (memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif) sampai dengan kegiatan hilir (kegiatan produksi jasa).
  5. Pemanfaatan rencana pengembangan wilayah secara nasional yang dalam halini harus terkait dengan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Di dalam RTRWN ini diberikan arahan-arahan fungsi lindung danbudidaya. Kawasan lindung dapat dioptimalkan juga sebagai kawasan yang memberikan dukungan bagi kegiatan pengembangan pariwisata (foretstourism) dan kawasan budi daya memberikan alokasi-alokasi ruang untuk pngembangan pariwisata, tertutama dengan kawasan-kawasan andalan dengan sektor unggulannya adalah pariwisata.emanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dankeamanan. Berdasarkan hal tersebut, makalah ini bertujuan untuk memaparkan dukungan penataan ruang dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.

E .MANAJEMEN PRASARANA DAN SARANA UMUM
          Pemukiman sangat erat hubungannya dengan manajemen prasarana dan sarana umum, bila dilihat dari dua sisi pendekatan, yaitu penyediaan transportasi (transpsortation supply) dan sisi permintaan transportasi (transportation demand). Dari pendekatan sisi penyediaan (supply) termasuk didalamnya menyangkut penyediaan prasarana jalan. Sedangkan pendekatan sisi permintaan (demand)adalah sebagai upaya pemecahan problem transportasi yang tidak hanya bisa diselesaaikan dari sisi penyediaan.Inti dari pendekatan sisi permintaan adalah mengubah prilaku perjalanan dalam rangka mengurangi problem transportasi.

1. Peran prasarana dan sarana umum
          Prasarana dan sarana umum berperan sebagai fasilitas yang dibutuhkan masyarakat luas yang penyediannya dilakukan secra serentak atau massal. Tingkat pemenuhan kebutuhan fasilitas tersebut menjadi ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat.penyediaan prasarana umum merupakan tanggung jawab pemerintah menyangkut hajat hidup orang banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan sekunder. Tanggung jawab tersebut menyangkut penyediaan dan pengaturan dalam pengelolaan prasarana dan sarana. Akan tetapi tidak berarti bahwa pemerintah harus menyediakan secara keseluruhan karena sebagian tanggung jawab dapat diserahkan kepada pihak lain. Penyediaan prasarana umum tersebut antara lain mencakup jaringan jalan, listrik, air minum, gas, saluran pembuangan limbah cair, sampah dan jaringan telepon.

2. Penataan pemukiman
          Pemukiman merupakan suatu kelompok rumah hunian pada suatu areal atau wilayah beserta prasarana yang ada di dalamnya. Bentuk pemukiman dapat berupa kelompok rumah, kampong, atau wilayah pemukuman yang luas. Penataan pemukiman dapat di bedakan menjadi dua objek penataan, yaitu penataan permukiman lama dan penataan permukiman baru. Penataan permukiman lama dilakukan terhadap objek yang sudah terbangun, sedangkan pentaan pemukiman baru dilakukan terhadap objek yang akan dibangun. Masing-masing menggunakan cara yang berbeda karena masalah dan sumber permasalahannya berbeda.

a) penataan pemukiman lama
          Permasalahan utama yang perlu ditata adalah adanya pemukinamn kumuh (slums) permukiman kukuh menunjukkan permukiman padata yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang memadai terutama jalan dan saluran pembuangan air limbah.
Hampir semua kota di Negara berkembang menunjukkan adanya pemukiman kumuh pada bagian-bagian kotanya. Sebagian besar pemukiman kumuh merupakan tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan pemukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumya berasal dari para migrant luar daerah. Sebagian dari permukiman kumuh ini merupakan permukiman illegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seizing pemegang hak tanah sehingga disebut sebagai pemukiman liar(wild occupation atau squatter settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah kosong milik perorangan atau milik perusahaan, dan tanah-tanah pemerintah atau tanah Negara, misalnya sempadan sungai, sempadan saluran drainase, (semacam danau untuk tampungan air hujan) yang telah mengalami pendangkalan, sempadan jalan, sempadan rel kereta api, sempadan pantai, dan tanah instnsi yang tidak terawat.
Berikut sebab-sebab munculnya pemukiman kumuh.
a.Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi, tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan yang cukup.
Pertumbuhan penduduk kota terdiri dari dua sumber. Pertama, karena migrasi masuk. Migrasi desa-kota di Negara berkembang berlangsung dengan tingkat yang cukup tinggi dan dengan tingkat keahlian sumber daya manusia yang rendah. Dikarenakan tingkat keahliannya rendah maka sector pekerjaan yang dimasuki juga berproduktivitas rendah dan tingkat upah yang rendah.
Akibat tingkat pendapatan yang rendah, mereka tidak mampu mengakses permukiman yang layak sehingga ikut berjubel dengan permukiman yang ada, membangun rumah di pinggiran kota tanpa mengindahkan standar pemukiman, atau menduduki tanah-tanah yang bukan miliknya menjadi pernukiman liar.
Sebab-sebab penduduk bermigrasi dari desa ke kota dibedakan menjadi dua, yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik adalah kondisi kota itu sendiri yang menarik bagi penduduk perdesaan untuk dating. Faktor penarik tersebut antara lain berupa peluang kerja (apalagi yang memberikan pendapatan yang lebih tinggi), kenyamanan kehidupan kota, pelayanan pendidikan, dan gaya hidup yang lebih modern. Faktor di pedesaan yang sulit, pengangguran di pedesaan, kegagalan panen, dan nilai jual hasil pertanian yang rendah.
Kedua, pertumbuhan penduduk kota yang berarti pertumbuhan alami penduduk di kota juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk di perkotaan, terutama yang berasal dari migrasi masuk merupakan penduduk pada usia subur. Pertumbuhan penduduk alami menimbukan peningkatan kepadatan hunian rumah dan kepadatan bangunan rumah. Kepadatan bangunan terjadi melalui pemecahan bidang tanah perumahan karena pembagian waris atau karena dijual sebagian tanahnya kepada pihak lain untuk dibangun rumah baru. Proses pemecahan bidang tanah ini sering tidak memperhatikan kebutuhan prasarana dasar permukiman, misalnya jalan dan saluran pembuangan air. Sering ditemui banyak kaveling rumah yang tidak mempunyai akses jalan sehingga keluar masuknya harus melewati tanah tetangganya. Kondisi ini terjadi pada kampung-kampung lama di pusat kota maupun pada kampung baru di pinggiran kota yang tidak melalui penataan kaveling.
b. keterlambatan pemerintah kota dalam merencana dan membangun prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat secara swadaya memecah-mecah bidang tanah dan membangun permukiman mereka tanpa didasari perencanaan tapak yang memadai. Akibatnya, bentuk dan tata letak keveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman. Lainya halnya apabila pemerintah telah mengatisipasinya dengan perencanaan tata ruang, pengaturan tata letak bangunan, dan pembangunan prasaran jalan maka perkembangan perumahan tersebut akan tertata baik.
Permasalahan yang terdapat dalam program penataan permukiman lama yang kumuh adalah bahwa ruang gerak pelaksanaannya dibatasi oleh kondisi fisik tata bangunan dan kondisi sosial ekonomo msyarakat. Adanya bangunan-bangunan fisik yang padat menyebabkan penataan perumahan tidak mudah. Selanjutnya kondisi sosial ekonomi masyarakat yang kumuh menghambat dalam upaya perbaikan rumah dan penyediaan fasilitas lingkungan. Oleh karena itu, program penataan pemukiman kumuh harus didukung oleh masyarakat setempat dengan prinsip pemberdayaan rakyat. Caranya dengan melibatkan masyarakat secara langsung sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan. Pihak pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan penyedia instrument penataan, serta bantuan yang bersifat stimulan. Instrument yang digunakan dalam penataan pemukiman ini mencakup instrument perencanaan (rencana umum tataruang/RUTR,rencana detail tata ruang/RTTR,rencana blog/ blog plan maupun rencana tapak), dan instrument perizinan (izin mendirikan bangunan,Izin pemecahan kaveling).
Ada tiga program yang layak ditetapkan pada permukiman perkotaan yaitu program konsolidasi tanah, program perbaikan kampung, dan pembangunan rumah susun. Ketiganya berpijak pada strategi pemberdayaan msyarakat dalam menata lingkungannya sendiri, sementara pemerintah bertindak dalam penyediaan prasarana bantuan dana stimulant dan bimbingan teknis.

Berikut prinsip-prinsip penataan kembali bentuk dan letak bidang tanah tersebut.
  1. Partisipasi aktif para pemilik tanah dalam proses perencanaan dan penataan bentuk, luas dan letak.
  2. Setiap bidang tanah ditata kembali agar memperoleh akses jalan dan adil dalam memperoleh mamfaat konsolidasi.
  3. Adil dalam pengorbanan yang diwujudkan dalm bentuk pengurangan luas kaveling tanah. Pengurangan luas kaveling untuk pengadaan tanah untuk prasarana dapat dihitung berdasarkan persentase luas apabila harga tanahnya seragam. Apabila harga tanah tidak seragam maka lebih adil dihitung berdasarkan kesetaraan nilai tanah.
  4. Adanya keseimbangan antara pengorbanan peserta konsolidasi dengan peningkatan manfaat lingkungan dan nilai tanah setelah kosolidasi tanah terlaksana.
  5. Pengamanan baik atas tanah dengan pembuatan sertifikat tanah.
Berikut adalah manfaat setelah konsolidasi tanah dirasakan baik oleh masyrakat pemilik tanah maupun bagi pemerintah (daerah).
a. manfaat bagi masyarakat
  • Peningkatan kualitas lingkungan untuk memenuhi kebutuhan akan lingkungan yang teratur, tertib, da sehat.
  • Peningkatan harga tanah meningkatkan asset pribadi.
  • Memperoleh kepastian hak atas tanah dengan diterbitkannya sertifikat tanah.
b. manfaat bagi pemerintah
  •  Peneyediaan tanah untuk perasarana jalan dan fasilitas lingkungan di lakukan secara swadaya masyarakat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah (daerah).
  • Peningkatan harga tanah meningkatkan pemaukan pajak bagi pemerintah melalui PBB.
  • Terciptanya lingkungan kota yang lebih teratur, tertib, dan sehat.
  • Menertibkan administrasi pertanahan.
2) penataan permukiman baru
          Penyediaan perumahan baru bagi masyarakat terdiri atas dua cara yaitu pembangunan rumah secara indivdu dan pembangunan rumah secara missal. Pembangunan rumah secara individu sifatnya sporalis baik letak maupun waktu pembangunannya. Dalam hal ini ada dua model yakni sebagai berikut.
  • Pemadatan jumlah bangunan pada daerah yang sudah terbangun, yaitu pembangunan rumah pada kaveling-kaveling kosong diantara bangunan rumah yang sudah ada lebih dulu.
  • Perkembangan daerah baru untuk perumahan biasanya msayarakat memecah bidang tanah pertanian daerah pinggiran kota dan mengubahnya menjadi bangunan rumah.
Sedangkan penyediaan perumahan pada areal baru secara massal dilakukan sebagai berikut.
  • Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pengembang perumahan., biasanya mencakup areal yang cukup luas (sekitar 2 ha).
  • Penyediaan lingkungan siap bangun dan penyediaan kaveling .
          Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan masyarakat.Herskovits dan Bronislaw mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, sedagkan menurut Andreas Eppink,kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur – struktur sosial ,religious dll.Dari defenisi ini dapatlah diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi system idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya ,berupa prilaku dan benda- benda yang bersifat nyata ,misalnya pola – pola prilaku ,bahasa,peralatan hidup,organisasi sosial,religi ,seni,dll yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok dalam kebudayaan yang meliputi : Sitem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya, organisasi ekonomi,alat-alat dan lembaga- lembaga atau petugas – petugas untuk pendidikan dan organisasi kekuatan (politik)
Sedangkan wujud kebudayaan menurut Hoenigman yaitu

1) Gagasan ( wujud ideal)
          Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,gagasan ,nilai-nilai,norma-norma ,peraturan dan sebagainya yang sifatnyaabstrak ; tidak dapat diraba atau disentuh.Wujud kebudayaan ini terletakdalam kepala- kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.Jika masyarakattersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan,maka lokasidari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2) Aktivitas ( Tindakan)
          Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola darimanusia dalam masyarakat itu.Wujud ini sering pula disebut dengan systemsosial.Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi ,mengadakan klontak,serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.Sifatnya konkret terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dandidokumentasikan.

3) Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dan aktivitas,perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan,Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan Perubahan sosial budaya Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat .Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifatdasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial;tekanan kerja dalam masyarakat, keefektifan komunikasi dan perubahan lingkungan alam. Penetrasi Kebudayaan Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.Penetrasi kebudayaan dapat terjai dengan cara “ penetrasi damai yaitu masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai , misalnya masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia.Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat .Pengaruh kedua kebudayaan inipun tidak mengakibatkan hilangnya unsure-unsur asli budaya masyarakat.Penyebaran kebudayan secara damai akan menghasilkan akultrasi, asimilasi atau sintesis.Akultrasi adalah bersatunya dua kebudayan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsure kebudayaan asli.Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India .Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.Dan Penetrasi kekerasan yaitu masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak.Contohnya masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.Begitu pula pemerintah yang melarang pengacauan , tidak hanya campur tangan dalam kehidupan magis-religius penduduk yang bersangkutan,tetapi juga akan melihat ,bahwa oleh karena itu pembuatan senjata-senjata yang berhubungan dengan penuh rasa seni mundur atau lenyap.Demikianlah apabila perekonomian uang ( rumah tangga uang) menggantika pertukaran benda-benda ,tidak hanya akan membawa suatu perubahan terhadap perdagangandan penilaian ekonomis hasil-hasil sendiri,tetapi juga menyinggung dengan cara yang revolusioner pergaulan individu-individu yang sampai pada waktu itu masih hidup dalam masyarakat tertutup. Demikianlah hal itu akhirnya juga dapat dipahamkan,bahwa pemasukan suatu cara pertanian yang baru atau bahkan sesuatu alat pertanian yang baru,kadangkala dapat terbentur pada tantangan,sebab tanggapan-tanggapan religious menentangnya. Selagi kita berbicara tentang pengertian kebudayaan, yang sebenarnya tidak lain daripada menetapkan wujudnya propinsi-propinsi kebudayaan yang lebih besar dan yang lebih kecil dilingkungan daerah yang kita kupas, kita mencoba menerangkan terjadinya kesatuan dan keragaman itu.hal itu dapat kita lakukan,apabila kita memandang tiap-tiap kebudayaan itu sebagai terjadi di bawah pengaruh sejumlah besar faktor-faktor,yang secara kasar dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu: Bgian pertama; kaitan geografis.Bahwa keadaan –keadaan geografis yang meliputi sesuatu bangsa ,berpengaruh atas kebudayaannya demikian jelasnya,sehingga seringkali sudah basi untuk diperingati lagi.Dalam daerah yang kaya akan kayu kita temukan rumah-rumah kayu sedangkan di daerah yang tidak berpohon kayu kita jump[ai tempat-tempat tinggal tanah liat atau batu.Di bdaerah kutub pakaian orang lain dari daerah khatulistiwa.Di daerah pantai makanan lain dari daerah gurun pasir,sedang makanan pokok di Jawa misalnya lain dari Nederland atau Alaska.Upacara-upacara magis religius yang dimaksudkan untukmemanggil hujan, akan dijumpaididaerah- daerah yang miskin hujan, seperti kembalinya matahari hanya akan dipestakan atau diadakan secara upacara di daerah-daerah iklim tertentu.Adanya kumpulan-kumpulan yang berpindah- pindah pada orang- orang Australia, atau pada bangsa Eskimo, keterangannya terletak pada kemiskinana kitaran itu. Juga tidak mengherankan ,bahwa selalu ditumpahkan perhatian yang besar terhadap kitaran geografis sebagai faktor pembentukan kebudayaan,yang sehingga cukup untuk menerangkan keragaman dalam kebudayaan,bentuk-bentuk kebudayaan yang banyak .Pengaruh kitaran geografis atas kebudayaan bukanlah satu-satunya faktor masih banyak faktor yang lain yang dapat mempengaruhi kebudayaan tersebut baik langsung maupun tidak langsung.Misalnyakita melihat Indonesia ,bahwa penduduk membuat rumah dari bahan yang terdapt disekelilingnya ,maka bersama itu semuanya ternyata kira-kira sudah terliput.Baik bentuk rumah yang biasanyaa segiempat,tetapi kadang-kadang juga bundar atau bujur telur ,maupun kenyataannnya bahwa kebanyakan dibangunkan di atas tiang ,ataupun juga adanya rumah-rumah yang indah dibangunkan dan berhiaskan hasil pahatan. Bagi pakaian justru berlaku hal yang sama.pakaian yang digunakan pada daerah yang beriklim tropis dengan iklim yang lain punya cirikhas tertentu sehingga mencirikan yang spesipik,selain iklim dan kemungkinan-kemungkinan yang diberikan oleh kitaran dalam bentuk bahan-bahan yang kita sebutkan diatas, masih ada satu faktor lagi yang bersifat geografis yaitu letak geografis suatu daerah tertentu.bahwa bagi kebudayaan sesuatu bangsa sangatlah penting,apakah ia berkembang disuatu selat yang ramai dilayari atau tersembunyi di pedalaman salah sebuah pulau yang besar dan sukar dicapai, yang oleh karena terasing letaknya berada didalam suatu keadaan terpencil yang tertentu. Selain faktor geografis maka faktor induk bangsa juga berpengaruh terhadap pembentukan kebudayaan ,setidaknya ada alasan u7ntuk menyangka itu ,dan seperti diketahui, kita mencari keterangan yang terpenting bagi keragaman kebudayaan di dalam induk bangsa dengan kesatu segian yang sama besar .Sebagai salah satu induk bangsa yang tertua ,yang masih dijumpai jejak-jejaknya di tengah-tengah yang masih hidupn di Indinesia sekarang, oleh antropologi fisika dinamakan :Negrid( kenegroan), dan antara lain mempunyai cirri kulit yang hitam dan rambut yang ikal.Diantaranya kita jumpai kelompok-kelompok individu yang sangat kecil tubuhnya.Orang-orang “pigmea “atau “kate” itu diluar Indonesia ditemukan din Andaman(Mincopi) Di Malaka ( semang) dan Irian ( Tapiro).Orang-orang Negrito di Indonesia atau AetaDi Filipina termasuk kedalam kelompokm Kebudayaan sesuatu bangsa yang hidup terasing sama sekali dan yang benar-benar asli,yaitu ditempat itu terwujud sebagai kelompok induk bangsa homogeny,seharusnya diterangkan sebagai hasil rohani manusia yang antaranya t6ahu mempergunakan kemungkinan- kemungkinan yang diberikan kitaran itu.tetapi bangsa-bangsa dan juga kebudayaan –kebudayaan seperti itu tidaklah ada di Indonesia.Nenek-nenek monyang mereka yang sekarang mendiami Indonesia,dari tempat lain sebagai pendukung suatu kebudayaan yang terwujud dalam kitaran geografis yang lain. kebudayaan anak negeri itu di musnahkan,maka yang dari kaum imigran akan dipertahankan dengan hampir-hampir tidak berubah ,hanya sambil mencocokkan diri kepada kitaran yang bari itu,yang memberikan kemungkinan- kemungkinan yang lain dari di tanah asal.Jika hal itu tidak demikian maka terjadilah suatu kebudayaan campuran ,tetapi tidak selamanya mudah untuk menunjukkan dalamnya anasir kebudayaan kaum yang menang dan anasir kebudayaan kaum yang ditaklukkan.akhirnya dlam hal ini terwujudlah suatu kebudayaanbaru. Apabila di dalam kebudayaan Jawa kita kenali sesuatu kebudayaan campuran antaranya di dalamnya dapat ditunjukkan dengan jelas pengaruh kaum pendatang Hindu pada abad-abad pertama sesudah masehi,maka hal itu berlaku bagi seluruh daerah kebudayaan,Menurut Krom, semenjak abad ketujuh di Indonesia dijumpai suatu peradaban dengan suatu watak yang ganjil tegas sekali, tersendiri, tidak bersifat Hindu dan tidak bersifat Indonesia,tetapi Hindu Jawa .
          Suatu contoh yang tegas dari suatu kebudayaan campuran juga terlihat di ambon.Bertentangan dengan kebenaran, kita memang mau mencegah seolah-olah diAmbon soalnya hanya ketiadaan –kebudayaan, yaitu tidak adanya suatu kesatuan yang sebenarnya hidup. Disana hanya didapati suatu sisa yang gersang dari benda-kebudayaan Ambon lama, disamping anasir kebudayaan yang lebih modern dan heterogen sempurnah, tanpa disana terwujud suatuperpaduan menjadi suatu yangt baru, yang khas, yang Ambon.Halnya adalah sebaliknya ! Yang dijumpai disana ialah, untuk meniru Krom, tidak di Indonesia tidak Melayu ( Perkataan itu disini dianggap sebagai pernyataan bagi suatu bentuk kebudayaan Indonesia tertentu ), tidak Belanda, tidak Protestan Belanda tetapi campuran sega;lanya itu. Sebuah contoh yang tegas darin suatu “kebudayaan- penjajahan” seperti itu, kit jumpai pada orang To Mori di lengan Tenggara Sulawesi.Keluarga yang berkuasa ialah Mokoleberasal dari negeri Asing.Mereka disebut turun dari langit dan Kruyt Jr,menulis , “ Bahwa seorang mokole pada asasnya adalah seorang manusia yang lain dari seorang Mori biasa, dia adalah mahluk yang lain”.Orang-orang mokole mempunyai adat yang lain dari Rakyat biasa dan orang- orang bertingkat – bangsa lebih tinggi dari bangsa itu yakin orang-orang Bonto,yang mencocokkan adat mereka kepada adat orang Mokole dalam ukuran yang tertentu.Mereka manyukai sikap atau pekerti yang kemokole –mokolean (Bijdragen, 1924 ).
          Tentang orang Toraja Barat, Kruyt Sr,member kita suatu gambaran, yang dalam beberapa hal sama dengan orang To-Mori. Juga disana , “ Orang Nigrat” dari luar asalnya dan mempunyai kebudayaan yang lain dari rakyat biasa.Mereka adalah pemilik budak- budak dan lembu – lembu dan pengolahan – sawah bergantung pada mereka.Adalah orang – orang terkemuka rakyat lagi yang paling banyak mencocokkan adat mereka kepada nigrat itu. Tentang Sumbawa kita ketahui, bahwa keturunan Sultan itu berasal dari Goa dan bahwa ia dan juga kaum Nigratnya dan sebagai rakyatnya yang merdeka, taujuran, mempunyai suatu adat yang bercorak Sulawesi selatan, menyimpang dari rakyat selebihnya ( Uperus,Kolon.Tijdschr 1937).
Akhirnya, justru yang serupa itu dapat kita amati pada masa Hindia –Belanda dahulu, Kebudayan-kebudayan Nederland dan Indonesia, di Filipina Kebudayaan kebudayaan Amerika dan Indonesia, yang saling bertentangan dalam perbandingan seperti itu. Di sana juga ada dua macam adat,yang tegas dualistis dilapangan hukum, ekonomi dan yang semacam itu , sementara disana kadang-kadang dilaksanakan osmose dengan keras, kadang- kadang dengan sengaja , kadang- kadang tidak.Oleh karena perdagangan, kebudayaan itu meluas lain sama sekali dari disebabkanoleh perpindahan – bangsa atau penjajahan.Dalam hal itu pada galibnya anasir- kebudayaan yang longgar dan dapat berkembang jauh dari negeri asalnya . Sesuatu tanaman – makanan yang tertentu, suatu alat kerja, sebuah senjata, perhiasan atau pakaian yang tertentu menemukanjalannya sampai jauh kepedalaman pulau- pulau yang besar dan disana dapat diterimah dalam kebudayaan .Hal itu hanya terjadi apabila unsure kebudayaan itu memenuhi suatu kebutuhan, atau pemasukannya menciptakan kebudayaan yang baru.Penerimaan itu jarang sekali menciptakan kebutuhan yang baru .Penerimaan itu jarang sekali terjadi dengan tidak berubah.Sesungguhnya sesuatu bangsa itu tidak pernah menerimah suatu unsure kebudayaan asing seperti seorang pasien menelan sebutir kapsul tetapi dikuyahnya dan ditambahinya dengan air sendiri . Sudahbarang tentu, bahwa pada perluasan karena perdagangan kitaran geografis itu memainkan suatu peranan .
          Di dunia kepeluauan seperti Indonesia, perluasan karena perdagangan itu terjadi berlainan , “ lebih tidak- teratur” dari misalnya ditempat –tempat daratan yang luas terbuka atau jalan- jalan pegunungan yang menentukan jalan- jalan perdagangan.Di pesisir pulau – pulau itu perembesan perdagangan itu akan lebih jelas dari di pedalaman , ke mana dagangan itu akan lebih jelas dari di pedalaman, kemana mereka sesungguhnya dapat diikuti sepanjang aliran- aliran sungai. Pekerjaan seorang manusia saja, Sesungguhnya, kita tidak boleh melupakan pengaruh individu dalam proses penyerahan dan penerimaan itu .sesungguhnya pengaruh itu sangatlah besar apabila ,apabila kita lihat , bahwa di Indonesia dalam keadaan yang rupanya sama diterimah suatu unsure kebudayaan asing dan campurtangan yang merubah dari pihak pemerintah pusat berhasil, misalnya petunjuk- petunjuk dari penerangan ahli pertanian sedang di tempat – tempat lain hal itu tidaklah demikian , maka penjelasannya dapat dicari baik dalam pribadi yang melancarkan yang baru itu, maupun dalam kepala –kepala daerah yang pengaruhnya dalam hal ini mungkin menentukan .Dalam rangka inilah Montagu berdalil “ Kebudayaan terdiri dari jawaban manusia terhadap kebutuhan – kebutuhan asasnya .Jadi istilah cipta Tuhan berarti mengadakan alam, istilah cipta manusia adalah mengubah alam , manusia mengubah alam dengan cipta ,laku dan perbuatannya.Alam dimana tidak ada bekas tangan manusia disitu belum ada kebudayaan.

Read more


Melacak Akar Legalitas Privatisasi Pendidikan di Sulawesi Selatan Melalui Pendidikan Gratis dan Badan Hukum Pendidikan

A. PENDAHULUAN

Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa) asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya.
Sedangkan GBHN 1988 (bp 7 pusat, 1990 : 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut : pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila serta undang-undang dasar 1945 di arahkan untuk mencerdasakan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat bangsa Indonesia yang beriman, dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembagunan bangsa.
Defenisi tersebut menggambarkan terbentuknya manusia yang utuh sebagai tujuan pendidikan. Pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dari rohani, aspek diri (individualitas) dan aspek social, aspek kognitif,afektif, dan psikomotor, serta segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris), dengan lingkungan social dan alamya (horizontal), dan dengan tuhannya (vertical)
Dari defenisi ini maka kita perlu mengetahui bahwa perlunya landasan dalam pelaksanan sebuah system pendidikan di sebuah Negara maka pancasila yang menjadi sumber pelaksanaan pemerinthan djadikan landasan filosofis sistem pendidikan nasional (sikdiknas) “ pada pasal 2 UU- RI no.2 tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945”.
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika seperti saat ini dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UU No.20/2003, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb). Kemudian dalam cakupan yang lebih operasional, maka peraturan menteri; peraturan daerah yang dibuat para gubernur, walikota/bupati; serta keseriusan para anggota DPRD juga memiliki andil yang besar untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam lingkup daerah. Adapun berkembangnya dinamika sosial sebagai bentuk aksi-reaksi masyarakat terhadap keberlangsungan berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial-budaya, bahkan ideologi) ditengah-tengah mereka juga turut mempengaruhi dinamika pendidikan, karena berbagai bidang kehidupan tersebut realitasnya merupakan subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatu sistem yang lebih besar yaitu sistem pemerintahan. Pendidikan merupakan salah satu subsistem yang sentral, sehingga senantiasa perlu mendapatkan perhatian dan perbaikan dalam menjaga kontinuitas proses kehidupan dalam berbagai aspek di tengah-tengah masyarakat (negara) tersebut (input-proses-output). Demikian, dalam upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ternyata memerlukan adanya perbaikan pula dalam aspek sistemik (regulasi) serta meningkatnya kontrol sosial dari masyarakat.
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001).
Kemudian berdasarkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Data yang termuat dalam situs www.undp.org/hdr2004 terasa menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suara pembaruan.com/16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).
Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya.
Langka yang ditempuh pemerintah pun saat ini dengan pencanangan pendidikan gratis agar semua warga Negara mampu merasakan pendidikan yang layak meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia. Inilah yang jadi pada pemerintahan gubernur sulawesi selatan saat ini yakni syahrul yasin limpo yang termasuk dalam jajaran pemerintah yang mengambil langkah awal dari insitif pemerintah pusat untuk menggratiskan pendidikan.

B. Efektifitas Pendidikan Gratis Terhadap Peningkatan Angka Kelulusan Siswa

Pada tanggal 8 Juli 2008, H. Syahrul Yasin Limpo – H.Agus Arifin Nu’mang tepat 90 hari atau tiga bulan menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka resmi memimpin Sulsel sejak dilantik 8 April 2008 lalu oleh Mendagri Mardiyanto. Apa tanggapan masyarakat terhadap duet yang dahulu akrab disapa “Sayang” itu terkhusus pelaksanaan program andalannya; pendidikan dan kesehatan gratis? Ternyata, program itu dinilai masih pada tataran konsep, atau belum ada yang bisa diukur. Dua program yang merupakan pemenuhan basic need (kebutuhan dasar) masyarakat di Sulsel ini, baru sampai pada tataran memorandum of understanding (MoU) antara gubernur dengan 23 bupati/walikota se-Sulsel
Dalam MoU tersebut gubernur meminta kepada para bupati/walikota untuk segera mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan gratis di masing-masing APBD kabupaten/kota. Sistem sharing dana pun disepakati dalam MoU tersebut, di mana seluruh anggaran Rp 465 miliar pendidikan gratis selama satu tahun ditanggung Pemprov Sulsel 40 persen dan masing-masing kabupaten/kota menanggung 60 persen. Hal yang sama juga terjadi pada program kesehatan gratis.
Total anggaran yang dirancang Dinas Kesehatan Sulsel untuk enam bulan tahun ini sebesar Rp 50 miliar ini, 40 persen ditanggung Pemprov dan sisanya ditanggung masing-masing kabupaten/kota se-Sulsel. Biaya pendidikan dan kesehatan gratis itu 60 persen ditanggung pemprov dan 40 persen ditanggung kabupaten/kota. Ternyata bupati/walikota protes dan meminta mereka menanggung 60 persen. Gubernur menegaskan, salah satu contoh bahwa sudah ada perubahan di dunia pendidikan Sulsel adalah warning dari pemerintah melarang kepala sekolah atau guru untuk melakukan pungutan (pungli) di luar aturan yang ada.
Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencanangkan diri sebagai provinsi pertama di Indonesia yang melakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan tingkat atas. Pelaksanaan pendidikan gratis di Sulsel berasal dari 60 persen dari APBD provinsi dan 40 persen dari APBD Kabupaten dan Kota. Pendanaan pendidikan gratis sebelumnya memang belum dianggarkan. Namun, untuk APBD perubahan 2008, Syahrul menjamin akan segera dibahas. Karena telah ada komitmen dari Ketua DPRD Sulsel untuk mendukung pencanangan pendidikan gratis dari SD hingga SMA.
Sebelumnya, di Sulsel baru tiga kabupaten yang melakukan pendidikan gratis dari tingkat SD hingga SMA. Yakni Kabupaten Sinjai, Pangkep dan Gowa. Sedangkan, dalam tingkat provinsi, pedidikan gratis hanya dari tingkat SD hingga SMP.
Sementara, Mendiknas Bambang Sudibyo yang menghadiri pencanangan ini berharap, pendidikan gratis bukan hanya bualan politik saja dan dalam implementasinya, pendidikan gratis jangan mengorbankan mutu pendidikan.
Pendidikan gratis akan dilaksanakan secara berkelanjutan dan tidak bermaksud untuk menggantikan peranan Program pusat yang telah diluncurkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten / Kota, tetapi akan dilaksanakan dengan saling mengisi sehingga biaya pendidikan Gratis tidak lagi menjadi beban masyarakat Sulawesi Selatan.
Penerapan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan tinggal menunggu penerapannya. Pemerintah provinsi Sulsel sudah mengalokasikan biaya pendidikan untuk 23 kabupaten/kota. Seperti yang dilansir di www.tribun-timur.com, Menurut Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, beberapa komponen pembiayaan pendidikan digratiskan, atau bebas biaya dan beberapa komponen mengalami penambahan. Penambahan tersebut seperti dana BOS SD/MI sebesar Rp. 4.000 per bulan persiswa. “Sedangkan untuk dana BOS SMP/MTs sebesar Rp. 17.600 per bulan per siswa,” jelas Syahrul YL.
Sementara, tambahan dana BOS regular untuk SD/MI sebesar Rp. 21.167 per bulan per siswa. Sedangkan dana BOS regular untuk SMP/MTs sebesar Rp. 29.500 per bulan per siswa. “Ada 14 komponen pembiayaan dana BOS, diantaranya penerimaan murid baru, pembelian buku pelajaran, jasa listrik, kegiatan MGMP, ulangan harian serta masih banyak lagi,”
Namun demikian, penerapan kebijakan pendidikan gratis di sekolah agar jangan sampai mengorbankan mutu pendidikan. Dampak dari implementasi kebijakan ini perlu dilihat secara komprehensif. Bagaimana dampaknya terhadap penegakan peraturan di sekolah. Selain itu, bagaimana dampaknya pada disiplin moral guru dan kepala sekolah. “Akan dilihat bagaimana dampak kebijakan ini pada mutu pendidikan” (Mendiknas, Pers Depdiknas)
Dampak lain dari penerapan kebijakan pendidikan gratis yang perlu dicermati yaitu terhadap pemenuhan standar nasional pendidikan. Standar tersebut, lanjut Mendiknas, meliputi standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses pembelajaran, standar evaluasi pendidikan, dan standar pengelolaan pendidikan.
Dari sinilah kita bisa melihat bahwa dengan diberlakukannya pendidikan gratis maka tidak serta merta mutu pendidikan bisa terangkat karena pendidikan gratis dengan peningkatan mutu pendidikan dengan kelulusan siswa sma dengan standar UN yang dijadikan barometernya merupakan dua buah paket yang berbeda.
Pada tahun 2008 kemarin dimana angka kelulusan siswa sma mencapai 95.52 atau 4.48 persen siswa yang dinyatakan tidak lulus atau sekitar 3.645 siswa dari sekitar 81.023 peserta ujian nasional (UN) SMA dengan angka yang cukup membanggakan itu ternyata di coreng oleh tindakan beberapa oknum yang melakukan kecurangan dalam pelaksaaan UN yang melibatkan lima sekolah swasta. Kelima sekolah tersebut adalah SMA Kartika Wirabuana, SMA Cokroaminoto Latimojong, SMA Cokroaminoto Tamalanrea, SMA Abdi Pembangunan, SMA Tut Wuri Handayani, dan SMA Tri Dharma. Selain ditangani aparat kepolisian, kasus yang mencoreng nama Sulsel itu membuat siswa di keenam sekolah tersebut harus mengikuti UN ulang.
Sedangkan angka kelulusan tahun ini mencapai,53% dari 2008 sebesar 95,52%. dengan hasil seperti itu maka kita sudah dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa pendidikan gratis yang dicanagkan oleh pemerintah sulawesi selatan mengalami kegagalan karena dengan barometer kelulusan UN yang kita lihat hari ini (selas 16 juni) mengalami angka penurunan tingkat ketidaklulusan di Kota Makassar meningkat jadi 83,8%. Dari 12.942 peserta UN SMA, yang lulus hanya 10.835 siswa.
Diharapkan dari tahun ketahun agar ada pembenahan dalam pelaksanaan proses pendidikan termaksud pelaksanaan ujian nasional seperti yang dilaksanakan bulan mei lalu pada tahun ini (2009). Karena pendididkan gratsis itu sendiri mempunyai tujuan gar semua masyarakat mampu merasakan bangku sekolah bukan untuk memeberikan pengetahuan dengan mutu yang rendah karena hal itu akan membuat bangsa ini makin terperosok dalam kemiskinan mutu SDM nya.
Selain itu pendidikan gratis itu sendiri sebenarnya perlu di sosialisasikan lebih lanjut lantaran terjadi sebuah salah presepsi di kalngtan masyarakat karena kata “gratis” itu di anggap sebagai bebas dari segalanya namun kenyataanya masih banyak sekolah yang melakukan pemungutan biaya kepada orang tua siswa dengan dalil uang gedung,pembanguan, dan sebagainya.
Kejadian seperti itu biasa terjadi karena anggaran pendidikan yang di anggarkan pemerintah pusat sebesar 20 % selain tidak samapai pada tangan yang tepat sering kali juga malah di salah gunakan, sehingga untuk menutupi penggunaan anggaran terkadang di lakukan pemungutan biaya kepada orang tua siswa.
Sebagai penyampaian dari Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menegaskan di Makassar, Jumat (6 Juni 2008) --, penerapan kebijakan pendidikan gratis di sekolah agar jangan sampai mengorbankan mutu pendidikan. Dampak dari implementasi kebijakan ini perlu dilihat secara komprehensif. Bagaimana dampaknya terhadap penegakan peraturan di sekolah. Selain itu, bagaimana dampaknya pada disiplin moral guru dan kepala sekolah. "Akan dilihat bagaimana dampak kebijakan ini pada mutu pendidikan". Mendiknas menyampaikan hal tersebut pada Rapat Koordinasi Pembangunan Bidang Pendidikan se Provinsi Sulawesi Selatan di Kantor Rumah Dinas Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada Jumat (6/06/2008).
Mendiknas menyebutkan, dampak lain dari penerapan kebijakan pendidikan gratsis yang perlu dicermati yaitu terhadap pemenuhan standar nasional pendidikan. Standar tersebut, lanjut Mendiknas, meliputi standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses pembelajaran, standar evaluasi pendidikan, dan standar pengelolaan pendidikan. "Kalau memang ini sukses maka saya akan perjuangkan model ini menjadi model di seluruh Indonesia," katanya.
Lebih lanjut Mendiknas menyampaikan, terkait dengan pendidikan gratis, perlu memperhatikan beberapa kebijakan di tingkat nasional yakni, kebijakan buku murah, permasalahan guru, penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pemberantasan buta aksara, rasio jumlah siswa SMA:SMK, dan sekolah berstandar internasional (SBI).
Mendiknas menjelaskan, terkait kebijakan buku murah, saat ini pemerintah telah membeli sebanyak 49 jilid buku pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Dia mengatakan, target Depdiknas sampai dengan pertengahan tahun 2008 akan membeli sebanyak 250 jilid buku. Selanjutnya, kata Mendiknas, buku-buku dalam bentuk elektronik tersebut akan dimasukkan ke dalam website agar dapat diunduh untuk diperbanyak, digandakan, dan dicetak untuk diperdagangkan. Khusus untuk buku yang akan diperdagangkan, kata Mendiknas, harus mengikuti harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan. Menurut dia, HET buku-buku tersebut berkisar antara Rp.4.500,00 untuk buku SD sampai dengan Rp. 14.000,00 untuk buku SMA.
Mendiknas menyampaikan, terkait permasalahan guru, bahwa semua guru pada akhir 2014 harus berkualifikasi S1 atau D4. Dia mengungkapkan, pada saat Undang-Undang Guru dan Dosen disahkan tahun 2005 hanya 30 persen guru yang sudah berkualifikasi S1. "Setelah dua tahun berjalan, guru yang sudah S1 mencapai 40 persen lebih," katanya. Sementara, lanjut Mendiknas, jumlah guru di Provinsi Sulawesi Selatan sampai dengan akhir tahun 2007, dari sebanyak 98.000 lebih guru sudah ada sebanyak 40.000 guru yang berkualifikasi S1 atau 40,72 persen. "Jadi sudah bergeser lebih dari sepuluh persen dalam waktu dua tahun," katanya.

C. Badan Hukum Pendidikan

RENCANA Depdiknas untuk membagi jalur pendidikan menjadi dua kanal; jalur pendidikan formal mandiri dan formal standar, menuai banyak protes. Yang menjadi keberatan khalayak, bukan saja itu dinilai berdasarkan atas perbedaan kelas sosial dan ekonomi, namun juga atas dasar kemampuan akademik, yang berasumsi bahwa manusia bodoh tidak punya hak untuk mendapatkan pendidikan bermutu dan berkualitas.
Alhasil, yang terjadi, pendidikan dikelola bak perusahaan di mana pendidikan yang berkualitas diperuntukan bagi pihak yang punya kemampuan finansial. Sementara orang miskin akan tetap dengan kondisinya. Dari sini pemerintah terkesan ingin melepas tanggung jawab atas terwujudnya pendidikan (khususnya pendidikan dasar) gratis, bermutu, dan berkualitas bagi rakyat Indonesia. Ujung semua ide Depdiknas, pada Kabinet Indonesia Bersatu, sepertinya menuju pada terwujudnya privatiasi pendidikan, di mana tanggung jawab pemerintah terkurangi, bahkan dilepas sama sekali.
Nuansa "privatisasi" atau upaya pelepasan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan dan membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar sembilan tahun secara gratis dan bermutu, sudah terlihat dalam legalitas pendidikan. Aromanya dimulai dari munculnya sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal itu terlihat dari turunnya derajat "kewajiban" pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan dasar rakyat, menjadi kewajiban bersama dengan masyarakat. Ini terlihat pada Pasal 9 UU Sisdiknas, yang menyatakan bahwa ""masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan", dan Pasal 12 Ayat 2 (b) yang memberi kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari kewajibannya sesuai undang-undang yang ada.
Penurunan derajat kewajiban pemerintah juga terlihat di Pasal 11 UU Sisdiknas, Ayat (1) dan (2). Dengan halus, pasal ini secara bertahap ingin menurunkan kadar "kewajiban" pemerintah menjadi "sunnah", dengan kata-kata "menjamin terselenggarakannya" pendidikan dari suatu "keharusan". Lengkapnya dinyatakan dalam Ayat (1), "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggarakannya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi", dan juga Ayat (2), "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggarakannya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun".
Padahal, masih dalam UU Sisdiknas, tepatnya pada Pasal 1, Bab 1, tentang ketentuan umum, Ayat (18), dengan jelas menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab tunggal terhadap terselenggarakannya wajib belajar bagi warga negara Indonesia. Berikut bunyi ayatnya, ""Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah".
Gambaran di atas terasa aneh, sebab dalam UUD 1945 yang diamandemen, menyatakan secara tegas pada Pasal 31 Ayat (2), ""setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal itu dipertegas di Ayat (4), "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional". Kemudian, diperjelas lagi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) penjelas dari UU Sisdiknas Pasal 3 Ayat (3), dengan menyatakan bahwa "setiap warga negara usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan program wajib belajar yang bermutu tanpa dipungut biaya".
Kembali kepada penerapan undang-undang di bawah UUD 1945 yang mengamanatkan pelaksanaan pendidikan dasar gratis, ternyata sudah diakui pemerintah sendiri akan ketidakmampuannya. Hal itu tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah belum mampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara gratis (RPJM, halaman IV.26-4).
Kemudian, pengakuan yang sama juga terungkap dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Wajib Belajar, di mana pemerintah mulai mengikutkan masyarakat dalam pembiayaan sekolah dasar. Hal itu diungkap pada Pasal 13 Ayat (3), ""Masyarakat dapat ikut serta menjamin pendanaan penyelenggaraan program wajib belajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat".
Ujung dari pelegalan privatisasi pendidikan, terlihat dalam RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Dalam RUU tersebut secara nyata pemerintah ingin berbagi dalam penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
Hal itu terlihat dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU BHP yang berbunyi, "Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat, berfungsi memberikan pelayanan pendidikan, berprinsip nirlaba, dan otonom". Kemudian pada Pasal 36 Ayat (1), secara terus terang pemerintah menyatakan bahwa pendanaan awal sebagai investasi pemula untuk pengoperasian Badan Hukum Pendidikan Dasar dan Menengah (BHPDM) berasal dari masyarakat maupun hibah, baik dari dalam atau luar negeri.
Bahkan, pemerintah secara gamblang mereposisi posisinya dari penanggung jawab tunggal pendidikan dasar gratis menjadi hanya "fasilitator". Lengkapnya terungkap dalam bab pertimbangan pada butir (b) di awal RUU BHP yang berbunyi, "bahwa penerapan prinsip otonomi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, menuntut perlunya reposisi peran pemerintah dari penyelenggara menjadi pendiri dan fasilitator untuk memberdayakan satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan". Dengan berlakunya RUU BHP, terkesan pemerintah ingin mereposisi perannya yang sudah baku di UUD 1945 Pasal 31 dengan melepas tanggung jawab atas penanganan pendidikan dasar yang gratis dan bermutu.
Dengan sejumlah legalitasnya, ke depan akan tampak di hadapan mata sejumlah model privatisasi pendidikan, baik yang nyata maupun terselubung. Bentuk nyata yang sudah terjadi ialah adanya cost sharing, di mana pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama masyarakat, seperti dibentuknya komite sekolah.
Selain itu, munculya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi arus lainnya. Dalam hal ini, sekolah "dipaksa" untuk melengkapi dirinya dengan komputer dan peralatan canggih lainnya, seperti AC (pendingin ruangan) dan televisi. Akibat sampingan dari hal itu, seperti disinyalir anggota DPRD DKI Jakarta, seluruh sekolah penerima bantuan block grant di Jakarta telah menyalahi penggunaannya dengan mengalirkan bantuan untuk pembelian alat di luar keperluan anak didik (Kompas, 9 April 2005), yaitu pembelian alat yang bisa dijadikan alasan untuk pemenuhan KBK. Dari sini timbul kesan bahwa penggunaan sistem KBK, bila belum siap infrastruktur dan SDM-nya, akan menjadi alat industrialisasi.
Kemudian, pada sisi lain, pemerintah juga memberlakukan sistem "guru kontrak". Ke depan, tenaga pengajar layaknya pekerja pabrik yang bisa diputus kerja bila kontraknya selesai, sementara pemerintah tidak mau menanggung biaya di luar itu. Selain itu, kebijakan otonomi daerah juga menjadi alasan pemerintah untuk berbagi beban dalam pendanaan pendidikan. Walaupun dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang terjadi pengalihan kekuasaan dari pusat ke pemerintah daerah. Alhasil, pelaksanaan pendidikan dasar gratis dan bermutu kini berada di persimpangan jalan, sebab kelangsungannya sebagian menjadi wewenang pemerintah daerah.
Apalagi dengan adanya RUU BHP, pendidikan malah dijadikan sarana untuk menjadi penambahan pendapatan asli daerah (PAD). Hal itu dimungkinkan karena dengan adanya RUU tersebut, nantinya semua satuan pendidikan-termasuk pendidikan dasar dan menengah-wajib menjadi Badan Hukum Pendidikan Dasar dan Menengah (BHPDM), seperti yang tertera dalam Pasal 46 Ayat (4). Dengan menjadi BHPDM, maka pihak sekolah wajib meminta izin kepada pihak pemda. Di sinilah kekhawatiran akan pemanfaatan perizinan pendidikan menjadi pemasukan PAD akan terjadi.
Terakhir, dengan berubahnya status satuan pendidikan menjadi BHPDM maka nantinya tidak ada lagi sekolah dasar negeri, namun yang tersisa ialah sekolah yang dimiliki masyarakat ataupun pemda. Sementara pemerintah, di sisi lain, lepas tangan dan berkonsentrasi mengurusi biaya beban utang luar negeri yang kian membengkak. Di sinilah hal penting sedang terjadi, yaitu pelanggaran terhadap UUD 1945, khususnya Pasal 31, secara nyata dilakukan dengan sistematis oleh para penyusun UU dan PP, serta RUU di bawah UUD 1945.
Bila pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan pendidikan dasar gratis dan bermutu, maka UUD 1945 Pasal 31 perlu diamandemen. Bila hal itu tidak dilakukan, maka bagi yang tidak menjalankannya dianggap melanggar UUD 1945.

D. Dilema Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan

Saat ini di Sulsel sedang menghadapi sebuah dilema, terkait dengan program pendidikan gratis yang telah dicanangkan oleh Pemprov Sulsel dan bekerja sama dengan 23 Pemkab/Pemkot. Hal itu disebabkan oleh adanya tarik ulur antara pihak eksekutif dan legislatif yang ada di DPRD Sulsel.
Penyebabnya adalah tambahan biaya pendidikan gratis dalam APBD Perubahan 2008 dan menurut eksekutif anggaran tersebut dimasukkan ke dalam belanja tidak langsung. Tetapi usulan itu ditolak dengan alasan bahwa kalau anggaran bersifat tidak langsung, maka pertanggungjawabannya sangat sulit dan tidak bisa diukur kinerja penggunaan anggaran itu.
Pihak dewan yang tergabung dalam panitia anggaran DPRD Sulsel, mengusulkan agar pemerintah daerah perlu membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang pendidikan gratis itu. Alasannya kalau payung hukumnya adalah Perda, maka semua pihak bisa mengukur kinerja penggunaan anggaran yang menggunakan ratusan milyaran itu.
Sebagai ilustrasi, di Kabupaten Pangkep Sulsel merupakan salah satu daerah yang pertama menerapkan pendidikan gratis di Sulsel. Dalam kurun waktu tiga tahun itu, Pemkab Pangkep hanya menggunakan acuan SK Bupati sebagai payung hukum dalam program pendidikan gratis tersebut. Kini, pemerintah setempat sedang menggodok untuk melahirkan perda sebagai kesempurnaan dari SK Bupati tersebut.
Yang menjadi perbedaan adalah program pendidikan gratis yang dicanangkan oleh Bupati Pangkep Syafrudin Nur, bukan merupakan sebuah program dan kemauan politik. Artinya program tersebut lahir setelah beliau dilantik. Justru yang berbeda dengan Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo. Program pendidikan gratis merupakan bahan kampanye dan mengantarkan beliau duduk sebagai orang nomor satu di Sulsel.
Karena merupakan bahan kampanye, publik sangat menuntut dimana dan bagaimana realisasi janji tersebut diimplementasikan. Apalagi di DPRD Sulsel terdiri dari beberapa legislator yang berbeda partai, ada yang mendukung dan bahkan ada yang ingin menjegal program pendidikan gratis.
Kalau mau jujur, sebenarnya program pendidikan gratis bisa saja diterapkan secara keseluruhan tanpa ada perda yang mengatur, seperti yang dilakukan oleh Pemkab Pangkep. Setelah berjalan beberapa tahun, dapat dilakukan revisi atau penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, kalau dianggap bahwa peraturan gubernur ditemukan berbagai kelemahan.
Tetapi kalau program tersebut masih digiring ke dalam muatan politik, maka sampai kapanpun persoalan alokasi anggaran pendidikan gratis tidak bisa mendapat titik temu. Apalagi pihak legislator berbicara mengenai kinerja dalam konteks politik, sementara pihak eksekutif ingin mewujudkan program pendidikan gratis karena merupakan kontrak politik kepada rakyat Sulsel.
E. Masalah yang Perlu Dibenahi Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sulawesi Selatan.
Beberapa yang harus di perhatikan yaitu dalam pelaksanaan pendidikan gratis ini agar pelaksanaannya lebih optimal yaitu : Sumber pembiayaan pendidikan dasar gratis dapat berasal dari pemerintah dan pemerintah daerah. Jika ada kesepakatan untuk melaksanakan pendidikan dasar gratis, pada dasarnya pemerintah pusat yang harus membiayai. Hal ini karena pemerintah pusat sebagai pemegang dana publik terbesar dan birokrasinya masih sangat kuat.
Adapun pemerintah daerah harus terlibat karena merekalah yang mempunyai dan menguasai data lapangan. Hanya saja, ada kecenderungan pemerintah pusat tidak mau menyerahkan dana operasional untuk menjalankan pendidikan ke pemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah daerah juga perlu ikut menyisihkan sebagian dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk wajib belajar.
Peraturan apa saja yang harus dibiayai dalam pendidikan dasar gratis itu harus jelas pula. Pembiayaan pemerintah setidaknya mencakup tiga komponen, yaitu kurikulum, proses, dan fasilitas belajar.
Kurikulum yang digunakan harus jelas dan disepakati terlebih dahulu sehingga diketahui materi yang akan diajarkan dan besarnya biaya untuk pendidikan. Dengan demikian, penggunaan dana pendidikan menjadi efisien. Kurikulum yang mencakup puluhan mata pelajaran tentu lebih mahal daripada hanya sepuluh pelajaran. Sayangnya, penggunaan kurikulum, seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi masih membingungkan.
Pembiayaan proses belajar sudah termasuk persiapan keterampilan, kompetensi, kesejahteraan guru , serta evaluasi hasil belajar. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru merupakan kunci dari pelaksanaan wajib belajar yang bermutu. Selama ini kedua hal tersebut kurang diperhatikan dengan berbagai alasan.
Biaya fasilitas belajar (opportunity to learn) meliputi antara lain buku pelajaran, perpustakaan, gedung, laboratorium, tenaga kependidikan, dan komputer. Fasilitas belajar ini berbeda-beda kebutuhannya dan tidak harus diseragamkan. Penulis percaya, sebetulnya pendidikan gratis masih mungkin dilaksanakan. Untuk menggantikan Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) bagi 24 juta siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dengan bantuan dana Rp 15.0000 per kepala, setahun dibutuhkan Rp 4 triliun. Sementara untuk meningkatkan gaji 2,2 juta orang guru sebesar Rp 500.000 per bulan, agar kualitasnya terpacu, diperlukan Rp 1,1 triliun per bulan atau Rp 13,2 triliun setahun. Jadi total untuk menggratiskan biaya SPP dan peningkatan gaji guru yang dibutuhkan setahun Rp 17,4 triliun Pada prinsipnya pendidikan gratis tidak dapat dikatakan sepenuhnya gratis karena tetap harus ada yang membiayai. Ada biaya terselubung, yang di negara lain seperti di AS sudah tersistem dalam satu kesatuan administrasi negara.
Adanya beberapa program yang dilaksanakan namun terjadi pro dan kontra dalam kebijakan pendidikan yaitu :
1. Program beasiswa belum menjamin terjadinya peningkatan mutu pendidikan.
Beasiswa yang dikucurkan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk siswa bertujuan sangat mulia yaitu membantu meringankan beban masyarakat. Akan tetapi tujuan yang baik dari pemerintah ini tidak didukung oleh masyarakat dan siswa itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang mendapat beasiswa tidak lebih baik daripada siswa yang tidak mendapat beasiswa bahkan sebaliknya. Sepanjang pengamatan penulis, dari segi prestasi dan kedisiplinan, siswa yang mendapat beasiswa justru lebih jelek dibanding yang tidak mendapat beasiswa. Topangan beasiswa tidak mendorong mereka untuk lebih berprestasi. Hal ini disebabkan karena perekrutan siswa untuk mendapat beasiswa lebih banyak didasarkan karena mereka miskin (syarat mendapatkan beasiswa salah satunya adalah mempunyai kartu miskin) bukan karena berprestasi. Harusnya prioritas utama adalah miskin dan berprestasi.

2. Pendidikan bukan prioritas utama
Masyarakat masih memandang pendidikan sebagai paradigma sosial. Sehingga cuma ada satu jalur yaitu bahwa pendidikan adalah hak bukan kewajiban. Pandangan ini mengakibatkan prioritas utama masyarakat adalah memenuhi kebutuhan lain selain pendidikan. Fenomena ini dapat dilihat ditengah masyarakat. Mereka lebih memprioritaskan membeli kebutuhan sekunder seperti televisi misalnya dibanding untuk membayar uang sekolah. Tunggakan SPP berbulan-bulan tidak menjadi masalah dibanding tidak punya baju yang bagus. Membeli pulsa HP menjadi suatu kebutuhan dibanding untuk membayar buku sekolah. Kalau boleh dilogikakan, uang SPI yang katanya mahal sebetulnya lebih murah dibanding harga HP dan pulsanya tiap bulan. Katakan misal besarnya uang SPI Rp. 2.000.000, uang ini digunakan untuk 36 bulan, jadi dalam satu bulan orang tua hanya dibebani kurang lebih Rp. 55.000. Sementara untuk membeli HP dan pulsanya orang tua akan akan mengeluarkan uang sebanyak Rp. 64.000. Sebagai contoh harga HP Samsung SGH adalah Rp. 500.000, untuk 36 bulan, maka satu bulan akan keluar uang Rp. 14.000 ditambah harga pulsa Rp. 50.000 tiap bulan sehingga total uang keluar Rp. 64.000. Jadi uang untuk pemakaian HP dalam satu bulan lebih mahal Rp. 9.000 dibanding uang SPI. Sepanjang pengamatan penulis, banyak siswa yang mendapat beasiswa justru mempunyai HP yang cukup canggih dengan pemakaian pulsa yang cukup tinggi tiap bulannya.

3. Kesejahteraan guru dan karyawan akan menurun.
Di lingkungan sekolah ada tiga jenis pegawai, yaitu PNS, Tenaga Kontrak dan Pegawai Tidak Tetap. Gaji PNS dan tenaga kontrak dibayar oleh pemerintah sementara gaji Pegawai Tidak Tetap dibayar dari uang komite sekolah. Pembebasan uang sekolah akan menyebabkan komite sekolah tidak mempunyai uang untuk membayar gaji PTT dan GTT. Padahal banyak sekolah negeri yang mempunyai PTT dan GTT cukup banyak. Sehingga muncul pertanyaan darimana uang untuk membayar gaji mereka. Kalau misalnya nanti gaji mereka ditanggung oleh pemerintah, apakah sudah ada alokasi dana ke arah itu. Biasanya persetujuan alokasi dana membutuhkan birokrasi yang cukup panjang sementara tuntutan membayar gaji tidak bisa menunggu pengetokan palu persetujuan. Hal ini perlu dipikirkan karena ini menyangkut nasib GTT dan PTT. Jangan kebijakan hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.

4. Biayanya operasional sekolah akan terganggu.
Kelancaran Kegiatan belajar mengajar di sekolah banyak ditopang oleh operasional biaya yang lancar. Selama ini operasional sekolah untuk mendukung KBM lebih banyak diperoleh dari orang tua. Sehingga ketika sekolah digratiskan apakah sekolah tidak kalang kabut untuk menutup biaya operasional sekolah ? Yang kemudian akan mengganggu kegiatan belajar mengajar ? Yang justru akan menurunkan mutu pendidikan

5. Sekolah gratis tidak membuat masyarakat dewasa
Ketika pemerintah meluncurkan program Bantuan Tunai Langsung (BTL), yang terjadi bukan membantu masyarakat justru sebaliknya mengakibatkan masyarakat sangat tergantung dengan bantuan itu. Mereka tidak berusaha sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya malah justru menunggu bantuan cair. Padahal menurut pepatah, akan lebih baik memberi kail dan umpannya daripada memberi mereka ikan.

6. Program sekolah gratis akan menyebabkan masyarakat tidak merasa memiliki tanggung jawab
Program sekolah gratis akan menyebabkan masyarakat tidak merasa memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan belajar anaknya di sekolah karena mereka tidak mempunyai kewajiban untuk membayar uang sekolah. Ini justru akan kontra produktif untuk kemajuan pendidikan.

Dari pemaparan di atas, program sekolah gratis menurut hemat penulis lebih banyak sisi negatifnya dibanding sisi positifnya. Alangkah lebih baik jika program yang dilaksanakan adalah memberi beasiswa yang bertanggung jawab. Artinya beasiswa itu sebagai hutang yang harus dilunasi ketika mereka sudah bekerja, jadi ada pertanggungjawaban.

Daftar Pustaka

Jujun Suriasumantri.1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan

Hasrullah (Dosen FISIP – UNHAS). 2009. Rubrik Opini”menagih janji politik syahrul-agus”.Makassar. Harian Fajar.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/18/Didaktika/1689073.htm

http://www.forumpendidikan.com/viewtopic.php

Uyo Sadulloh, 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. CV. Alfabeta

Read more


PENDEKATAN DAN ONTOLOGI ILMU GEOGRAFI

A. PENDAHULUAN
Suatu kekeliruan bagi setiap cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dalam penerapannya tidak memahami dan menerapkan hakikat dan konsep geografi. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa cabang ilmu pengetahuan empiris yang masing-masing mempelajari gejala (phenomena) di permukaan bumi tanpa memahami dan peduli sistem interrelasi, interaksi, dan interdependensi bagian permukaan bumi (space, area, wilayah, kawasan) itu dengan manusia pasti akan membuat kerusakan di muka bumi. Ilmu pengetahuan ekonomi misalnya yang sangat erat kaitannya dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. sepanjang sejarahnya hingga kini, belum mampu menawarkan kepastian-kepastian, bahkan sering berhadapan dengan ketidak pastian dalam usahanya mensejahterakan manusia. Bahkan di satu sisi ilmu ekonomi telah melahirkan teknik-tehnik (trik-trik) bagi manusia untuk berbuat serakah dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Para ahli ekonomi masih terperangkap dalam pertarungan ideologi dan sistem ekonomi politik, kapitalisme dan sosialisme.
Matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam (MIPA) murni yang miskin (Poor Sciences) hanya dapat berbuat “onani” dalam menikmati teori-teorinya sendiri. Justru temuan-temuannya dimanfaatkan oleh bidang-bidang ilmu lain, maka ia pun “impoten”. Teknologi industri, misalnya, yang memanfaatkan teori-teori dan temuan MIPA yang diharapkan akan mengurangi waktu kerja, menikmati waktu senggang, menghemat biaya dan meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan manusia, justru telah membuat manusia mengurangi waktu tidurnya dan mengeksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara serampangan, menempatkan manusia dalam kegelisahan. Lingkungan hidup tempat (space) manusia membangun kesejahteraan itu telah dan sedang diproses kerusakannya. Ketimpangan-ketimpangan antar wilayah, pertentangan Utara-Selatan, negara-negara kaya versus negara-negara miskin, kapitalis versus sosialis menjadi fenomena yang sudah mencemaskan.
Penguasa-penguasa dan para ahli di Indonesia sendiri sedang “lupa” kalau citra Wilayah Indonesia adalah kepulauan dan kelautan, sehingga tidak peduli lagi bahwa kebedaan gejala antar region, antar kawasan atau antar pulau-pulau itu hanya dapat disatukan dalam inplementasi prinsip (konsep) interrelasi, interaksi, dan interdepedensi bagian permukaan bumi itu dengan manusia yang hidup di dalamnya. Kebahagiaan yang diharapkan sebagai tujuan murni ilmu pengetahuan tetap hanya ada dalam impian. Dan kekecewaan serta kecemburuan sosial antar region di negara kepulauan maritim ini sedang mengarah kepada desintegrasi bangsa ini.
Sementara itu, suatu hal yang sering terjadi dalam mengajarkan geografi di sekolah adalah adanya “kesan”, seolah geografi sebagai mata-pelajaran “gampangan” yang dapat diberikan (diajarkan) oleh siapa saja tanpa pendidikan kegeografian. Akibatnya, geografi seakan-akan menjadi pelajaran hafalan tanpa makna, yaitu pelajaran tentang daftar panjang kota-kota, gunung-gunung, sungai-sungai, laut-laut, selat-selat, suku-suku bangsa dan sebagainya tanpa kemampuan melihat dan menjelaskan hubungan fungsional interrelasi, interaksi, dan interdepedensi bagian permukaan bumi (space, area, wilayah, kawasan) itu dengan manusia. Padahal, sesungguhnya aspek-aspek nyata dalam persepsi abstrak ini merupakan substansi yang esensial (hakiki) dalam konsep-konsep geografi dimana pendekatan deduktif, induktif dan reflective thingking terhadap obyek studi geografi sebagai ilmu pengetahuan menjadi utuh. Dalam hal ini, aspek ontologis, epistemologis dan aspek aksiologis dalam ilmu geografi merupakan suatu keutuhan (kesatuan pandang) dalam mengkaji setiap gejala di permukaan bumi dari sudut pandang studi geografi sebagai ilmu pengetahuan yang bermakna dan bernilai guna.
Jika berbagai cabang ilmu pengetahuan telah berkembang sendiri-sendiri, mendalam dan meluas atau tinggi mengangkasa; apakah itu ilmu pengetahuan eksak maupun non-eksak, maka yang dapat menjembatani keterpisahan dan kebedaan itu adalah keilmuan geografi. Karena, seperti kata Preston E. James (1959), “Geography has sometimes been called the mother of sciences, since many fields of learning that started with observations of the actual face of earth turned to the study of specific processes wherever they might be located.”Kalau ada yang mengatakan bahwa filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan, maka katakan, “bahwa filsafat hanya mampu merenung di tempatnya dan menyampaikan pesan; filsafat itu hanya mengurung diri untuk menjelaskan dunia. Filsafat hanya sampai di ambang dunia tetapi tidak mendunia”. Adalah geografi yang menyatukan rasio, emosi (moral) dan empiris ke dalam tindakan nyata di ruang muka bumi ini.”Geografi tetap konsisten dengan obyek studinya yaitu melihat satu kesatuan komponen alamiah dengan komponen insaniah pada ruang tertentu di permukaan bumi, mengkaji faktor alam dan faktor manusia yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Geografi pun mengajarkan kearifan teknologi dalam mengelola alam lingkungan hidupnya manusia.

B. BATASAN PENGERTIAN ILMU GEOGRAFI
Pengertian ilmu geografi tidak bertitik tolak dari pokok atau prinsip ilmiah, melainkan usaha penyederhanaan dalam kepraktisan pemahamannya. Oleh karena itu antara bidang ilmu geografi satu dengan yang lain biasa terdapat pertindihan (Overlap). Berbeda halnya dengan defenisi harus memperhatikan adanya unsure-unsur penduduk, tempat, pola dan proses (Ginsburg, 1988 : 615). Sedangkan menurut Sandy (1972 : 11) definisi geografi yang baik harus memenuhi kaidah-kaidah : (a) Syarat definisi, (b) dapat mencakup semua cabang geografi yang ada.
Beberapa pengertian geografi menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
• Elsworth Huntington : Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan fisiknya. Esensi dari seluruh (semua) geografi adalah manusia dan aktifitasnya yang dikaji dalam kaitannya dengan lingkungannya.
• C.C Huntington : Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan timbalbalik antara manusia dengan lingkungannya. Esensi geografi dan cabang-cabangnya adalah manusia, distribusi dan aktifitasnya yang dikaji dalam kaitannya dengan lingkungan fisiknya.
• Richard Hartsshorne, 1960 : Geografi adalah sebagai bidang ilmu yang mencari penjelasan dan interpretasi tentang karakter variable dari suatu tempat ke tempat lain sebagai dunia tempat kehidupan manusia.
• Williams, 1976 : Geografi adalah suatu studi yang berkenaan dengan kenyataan-kenyataan yang dialami oleh seseorang dalam perjalanan hidupnya yang dapat dihayati sebagai kesatuan hubungan antara factor-faktorgeografis denganummat manusia yang telah dimodifikasi, diubah dan diadaptasikanoleh tidakan manusia sendiri.
• Vernor C.Vinch dan Glenn T. Trewarhta: Geografhy is the scienceof the earth surface, it counsists of systematic description and interpretation of the distribution of things on the face of the earth.
• Sedangkan defenisi geografi berdasarkan Semiloka IKIP Semarang,1988 : Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan-persamaan, perbedaan-perbedaan, dan keterkaitan fenomena-fenomena geosfer dalam konteks keruangan, kelingkungan dan teks kewilayahan. Fenomena geosfer mencakup fenomena-fenomena litosfer, hidrosfer, biosfer dan antropofer.

C. HAKIKAT GEOGRAFI
Dalam filsafat ilmu pengetahuan ditegaskan bahwa suatu pengetahuan yang sistematis disebut ilmu pengetahuan bila memiliki sekurang-kurangnya tiga aspek, yaitu aspek ontologis, aspek epistemologis dan aspek aksiologis atau aspek fungsional. Hakikat Geografi sebagai ilmu pengetahuan dapat ditelusuri melalui kaitan bagian permukaan bumi dengan kehidupan manusia.
1. Aspek Ontologis
Aspek ontologis suatu disiplin ilmu pengetahuan menghendaki adanya rumusan (batasan) mengenai obyek studi yang jelas dan tegas sehingga menunjukkan perbedaan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, Geografi merupakan studi tentang :
(1) Bentangan atau landskap.
(2) Tempat-tempat (jenis, Lukerman).
(3) Ruang, khususnya yang ada pada permukaan bumi (E. Kant).
(4) Pengaruh tertentu dari lingkungan alam kepada manusia (Houston, Martin).
(5) Pola-pola ruang yang beraneka ragam (Robinson, Lindberg, dan Brinkman).
(6) Perbedaan wilayah dan integrasi wilayah (Hartshorne).
(7) Proses-proses lingkungan dan pola-pola yang dihasilkannya (Barlow-Newton).
(8) Lokasi, distribusi, interdependensi, dan interaksi dalam ruang (Lukerman).
(9) Kombinasi atau paduan, konfigurasi gejala-gejala pada permukaan bumi
(Minshull).
(10) Sistem manusia-lingkungan.
(11) Sistem manusia-bumi (Berry).
(12) Saling hubungan di dalam ekosistem (Morgan, Moss).
(13) Ekologi manusia.
(14) Kebedaan areal dari paduan gejala-gejala pada permukaan bumi (Hartskorus).
Ini berarti bahwa aspek ontologis geografi mencakup interrelasi, interaksi, dan interdependensi bagian permukaan bumi (space, area, wilayah, kawasan) itu dengan manusia. Pengertian bagian permukaan bumi itu mencakup juga lingkungan fauna, flora, dan biosfer. Unsur ruang atau wilayah atau tempat itulah yang menjadi perhatian geografi sejak dulu. Tidak ada disiplin ilmu lain yang memperhatikan fakta tentang ruang, yang justru penting sebagai tempat dari aneka ragam gejala dan kejadian di permukaan bumi kita ini. Geografi memperhatikan ruang (space) dari sudut pandangan wilayah “an sich” dan bukan dari sudut pandangan gejala-gejala yang terhimpun di dalamnya. Hal tersebut yang membedakan geografi dari ilmu-ilmu lain. Maka analisis tentang “area yang kompleks” merupakan bagian perhatian utama dari geografi.
Pada hakikatnya, Geografi sebagai bidang ilmu pengetahuan, selalu melihat keseluruhan gejala dalam ruang dengan memperhatikan secara mendalam tiap aspek yang menjadi komponen tiap aspek tadi. Geografi sebagai satu kesatuan studi (unified geography), melihat satu kesatuan komponen alamiah dengan komponen insaniah pada ruang tertentu di permukaan bumi, dengan mengkaji faktor alam dan faktor manusia yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Gejala—interaksi—integrasi keruangan, menjadi hakekat kerangka kerja utama pada Geografi dan Studi Geografi (Sumaatmadja).
Dalam perkembangannya, dengan obyek studi geografi tersebut melahirkan ilmu pengetahuan Geografi Fisis (Physical Geography), Geografi Manusia (Human Geography), dan Geografi Regional (Regional Geography); dengan berbagai anak cabangnya masing-masing.
2. Aspek Epistemologis
Aspek epistemologis (metodologis, pendekatan) geografi sejalan dengan aspek epistemologis ilmu pada umumnya, yaitu penggunaan metodologi ilmiah dengan pemikiran deduktif, pendekatan hipotesis, serta penelaahan induktif terutama di dalam tahap verifikasi. Pendekatan deduktif analisis geografi bertitik tolak dari pengamatan secara umum, yaitu dari postulat, dalil atau premis yang dianggap sudah diakui secara umum. Kemudian dari hasil pengamatan secara umum ini diambil kesimpulan secara khusus (reasoning from the general to the particular). Pola pendekatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan pengkajian yang bersifat khusus, berdasarkan fakta dari gejala yang diamati dan dari sini diambil suatu kesimpulan secara umum (reasoning from the particular to the general). Dengan metode induksi-empiris saja, maka hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori geografi hanya berlaku di suatu tempat dan waktu-waktu tertentu, sebab hukum, dalil maupun teori geografi sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Untuk menjembatani kedua pendekatan yang berbeda ini geografi menggunakan metode pendekatan reflective thingking; yaitu menggunakan atau menggabungkan pendekatan dedukif dan induktif secara hilir-mudik dalam penelitian geografi.
Terdapat tiga macam cara untuk menyelidiki realita pada permukaan bumi (menurut Kant, Hettner, Hartshorne):
a. Secara sistematis; yaitu mencari penggolongan, ketegori, kesamaan dan keadaan dari gejala-gejala yang ada pada permukaan bumi. Terjadilah ilmu-ilmu seperti biologi, fisika, kimia (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan alam), dan ilmu-ilmu seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, politik (tergolong ilmu-ilmu pengetahuan sosial).
b. Secara kronologis (chronos = waktu); yaitu menyelidiki gejala-gejala pada permukaan bumi dalam urutan-urutan waktu (palaeontologi, arkeologi, sejarah).
c. Secara korologis (choora = wilayah); yaitu menyelidiki gejala-gejala dalam hubungannya dengan ruang bumi (geografi, geofisika, astronomi).
Dari ketiga macam pendekatan tersebut, ilmu geografi menggunakan (mengutamakan) pendekatan korologis. Penggunaan peta adalah wujud dari pendekatan korologis ini. Sehingga ada ahli geografi yang berkata, “Geografer adalah orang yang bekerja dengan peta untuk menghasilkan peta.”
Orang yang berkecimpung dalam bidang geografi, sekurang-kurangnya harus melakukan dua jenis pendekatan, yaitu yang berlaku pada sistem keruangan [korologis] dan yang berlaku pada ekologi atau ekosystem. Bahkan untuk mengkaji perkembangan dan dinamika suatu gejala dan atau suatu masalah, harus pula menggunakan pendekatan historis atau pendekatan kronologis (Sumaatmadja, 1981)
3. Aspek Aksiologis
Adapun aspek aksiologi geografi adalah mengikuti pendekatan fungsional untuk kesejahteraan manusia. Keterlibatan geografi dengan aspek-aspek bidang studinya tersebut membuatnya menjadi cabang ilmu yang berfungsi menjelaskan, meramal, dan mengontrol yang diaplikasikan ke dalam Perencanaan dan Pengembangan wilayah. Aspek aksiologi ilmu pengetahuan geografi ini melahirkan Geografi Terapan.

a. Menjelaskan
Geografi harus dapat memberikan penjelasan tentang gejala-gejala obyek studinya. Fungsi menjelaskan memungkinkan orang akan mengerti akan gejala-gejala, bagaimana adanya (deskriptif) dan terjadinya serta mengapa itu terjadi (analisis kausalitas). Penalaran dengan logika deduktif dan induktif merupakan sarana dalam memberikan penjelasan itu. Penjelasan itu dapat dilakukan secara kualitatif dan secara kuantitatif. Sistem Informasi Geografis (SIG atau GIS = Geographic Information System) adalah inplikasi dari fungsi-fungsi menjelaskan data dari gejala geografis.
b. Meramal
Geografi harus dapat meramal (memprediksi) gejala-gejala yang mungkin akan terjadi ke depan. Fungsi meramal ini bertolak dari penjelasan yang telah diberikan dan yang melahirkan pengertian pada orang lain. Dengan pengertian itu orang dapat berbuat sesuatu, memanfaatkan gejala, menghindarinya, mencegah terjadinya atau pun mengurangi ekses yang mungkin merugikan sebagai akibat terjadinya gejala itu. Dengan pengertian ini, orang juga bisa membayangkan apa kira-kira yang akan terjadi apabila suatu gejala tertentu muncul.

c. Mengontrol
Geografi harus dapat mengontrol gejala-gejala. Ramalan dalam geografi, seperti juga dalam disiplin ilmu yang lainnya, memberikan stimuli bagi seseorang untuk mengambil inisiatif atau pun mempertimbangkan berbagai alternatif. Karena ramalan itu juga orang dapat mengatur segala sesuatu untuk mendorong terjadinya, menyambutnya, menghindarinya, mencegahnya, atau pun mengatasinya.
Dengan hakekat demikian, maka geografi berperan untuk penyebaran efektif, pemanfaatan potensi sumberdaya, dan perbaikan lingkungan dengan segala dampaknya. Gerakan perbaikan kependudukan dan lingkungan hidup adalah salah satu manifestasi dari fungsi mengontrol untuk menghindari, mencegah atau mengatasi masalah yang sedang dan akan di hadapi di muka planet bumi ini. Demikian juga dengan penerapan pendekatan geografi dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
Aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis geografi seperti ini mempermudah geografi membatasi dirinya sendiri dalam lingkup yang jelas.
Apabila ada yang membedakan ilmu dan pengetahuan menjadi kelompok ilmu-ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, maka kedudukan geografi adalah menjembatani kedua kelompok ilmu tersebut. Kalau “semua” gejala pada permukaan bumi telah dipilih dan ditekuni oleh berbagai disiplin ilmu (selain Geografi), maka tempat atau ruang atau area di mana segala kejadian dan gejala itu terhimpun, tetap tidak menjadi perhatian ilmu-ilmu tersebut.

Read more

my photo

my photo

Cari Blog Ini

Selamat datang di CHUMMANK BLOG

Blog ini dapat menjadi solusi konkrit bagi anda semua, utamanya sebagai bahan referensi

PROPILKU

makassar, sulawesi selatan

Pengikut

Label

Blog Archive

Web hosting for webmasters